Wednesday 13 March 2024

PERKEMBANGAN OTAK ANAK

Orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak. Sayangnya, menjadi orang tua adalah profesi yang sangat tidak tersiapkan. Akibatnya, masa emas tumbuh kembang anak seringkali tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Untuk meningkatkan kapasitas orang tua dalam mendukung tumbuh kembang anak dan menyiapkan mereka untuk belajar di sekolah dasar, pada tahun anggaran 2020 Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini menyusun sejumlah sumber belajar untuk orang tua dengan beragam tema. Penyusunan sumber belajar ini juga sebagai respons atas tuntutan keterampilan abad 21 yang meliputi kualitas karakter yang bagus, literasi dasar, dan kompetensi 4K (kemampuan berpikir kritis, berkomunikasi, berkolaborasi, dan kreatif). Semoga sumber belajar ini bermanfaat bagi orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak usia dini, terutama di masa anak belajar dari rumah (BDR) dan masa kebiasaan baru (new normal) sebagai akibat dari pandemi Covid-19. Terakhir, saya ucapkan terima kasih kepada tim penyusun, tim penelaah, ilustrator, dan pihak-pihak lain yang telah memungkinkan terbitnya sumber belajar ini. Semoga proses penyusunan sumber belajar ini menjadi proses yang memberikan berkah dan banyak pelajaran baru bagi kita semua. Demikian isi sambutan Direktur Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Hasbi.

mengingat sangat pentingnya orang tua dalam mendampingi dan mendidik anak sejak usian dini maka silakan membaca selengkapnya melalui link berikut ini: 

https://repositori.kemdikbud.go.id/23230/1/28_Pengasuhan_Berdasarkan_Perkembangan_Otak_Anak_.pdf


Tuesday 11 January 2022

PENDIDIKAN KELUARGA

Pendidikan keluarga sangat dibutuhkan dalam rangka mendukung perkembangan anak. mengapa demikian? Keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama dalam sejarah pendidikan anak. di dalam keluargalah anak pertama kali memperoleh pendidikan dari orang tua. Oleh sebab itu orangtua perlu selalu meng-update dirinya dalam mendidik anak di rumah. Untuk itu maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menyediakan portal untuk orantua yang ingin menambah ilmunya dalam mendampingi anaknya sehingga menjadi anak yang sukses. link berikut ini akan membantu Anda.

https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/11/paud-dan-pendidikan-keluarga-penting-dalam-mendukung-perkembangan-anak 

Semoga informasi ini membantu Anda dalam menyukseskan pendidikan putra putri Anda.

PRODUK HUKUM KABUPATEN SIDOARJO

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo benar-benar berniat untuk membangun Sidoarjo dengan penuh semangat. Tidak hanya semangat namun juga menyiapkan payung hukum yang bisa digunakan sebagai dasar progran dan kegiatan sehingga tidak menyalahi atura. berbagai produk hukum yang telah dibuat oleh Pemerintah kabupaten Sidoaorjo dapat diunduh melalui link di bawah ini.

 http://jdih.sidoarjokab.go.id/sjdih/webapp/

Produk hukum Sidoarjo

Semoga informasi ini membantu Anda.

Monday 5 July 2021

AKSI “BULLYING” BUKAN TINDAKAN GURU KOSTRUKTIVIS

 

 Oleh: Sugeng Pamudji

Anda seorang guru? Pernahkah Anda menempeleng siswa? Atau memarahi siswa karena lalai mengerjakan tugas yang Anda berikan sehingga siswa sakit hati? Atau Anda meneror siswa dengan mengatakan, “Awas kalau ramai lagi saya kasih niai nol kamu?” Nah kalau Anda pernah melakukan tindakan seperti di atas maka berhati-hatilah, karena tindakan tersebut termasuk aksi bullying. Aksi bullying tidak hanya dilakukan oleh guru, namun bisa datang dari sesama siswa, senior, alumni atau bahkan orang di lingkungan sekolah.

Apa itu bullying? Menurut Andrew Mellor dari Antibullying Network University of Edinburgh, bullying terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain baik yang berupa verbal, fisik maupun mental dan orang tersebut takut bila perilaku tersebut akan terjadi lagi. Bullying merupakan istilah yang memang belum cukup dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia meski perilakunya eksis di dalam kehidupan bermasyarakat, bahkan di dalam institusi pendidikan.

Maraknya aksi bullying atau tindakan yang membuat seseorang merasa teraniaya di sekolah baik yang dilakukan sesama siswa, alumni atau bahkan guru merupakan lagu lama. Masalahnya, kasus-kasus ini jarang menguak ke permukaan karena guru, orang tua bahkan siswa belum memiliki kesadaran kapan terjadinya bullying dan kalaupun disadari, jarang yang mau membicarakannya.

Apa akibat dari aksi bullyng terhadap siswa? Menurut kelompok Peduli Karakter ANAK (PeKA) indikasi anak menjadi korban bullying :

Ø Tidak mau pergi ke sekolah,

Ø Takut pada saat pergi maupun pulang sekolah,

Ø Menjadi nervous ataupun kurang percaya diri,

Ø Menangis sendiri tanpa sebab ataupun pada saat tidur.

Ø Prestasi akademik semakin menurun,

Ø Kehilangan keceriaan pada waktu pagi hari sebelum ke sekolah,

Ø Pulang sekolah dengan tas maupun buku yg robek/rusak,

Ø Barang kepunyaan/uang sering dilaporkan hilang,

Ø Meminta uang atau bahkan mencuri uang (untuk diserahkan kepada si Pelaku),

Ø Bersikap agresif pada adik atau saudaranya,

Ø Mogok makan,

Ø Pulang dengan luka-luka tanpa penjelasan yang memadai.

Bullying menjadi momok menyeramkan karena dampaknya bukan hanya dapat dirasakan sekarang saja namun bisa muncul beberapa tahun kemudian. Contohnya, dari salah satu anak SMA, dia ketika dibentak gurunya langsung pingsan dan meracau tidak jelas. Selidik punya selidik, dia ternyata pernah dibully dengan sangat keras oleh gurunya waktu SD. Sampai sekarang, dia masih perlu pendampingan.

Apa pengaruhnya bullyng terhadap pelaksanaan pembelajaran konstruktivisme? Berikut ini adalah pandangan teori konstruktivisme.

Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.

Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.

Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).

Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

Dari uraian di atas jelas bahwa aksi bulying merupakan tindakan yang mematikan kreatifitas siswa. Siswa menjadi takut terhadap guru. Bahkan baru melihat sang guru saja sudah takut, bagaiamana mau berkreasi. Guru yang melakukan aksi bullying cenderung menghendaki siswa berlaku seperti yang dikehendaki oleh guru tersebut. Ini berarti siswa dibelenggu oleh kemauan guru.

Kadang-kadang guru lupa menanyakan kepada siswa mengapa dia melakukan suatu tindakan. Guru langsung memvonis siswa atas tindakan yang telah dilakukannya. Bila terjadi hal seperti ini yang perlu kita ketahui adalah bahwa siswa tentu memiliki alasan tersendiri mengapa dia malakukan tindakan tersebut. Sehingga dengan guru langsung memvonis siswa tersebut akan memutuskan rantai permasalahan yang ada pada diri siswa. Siswa menjadi enggan menyampaikan isi hatinya. Siswa menjadi lebih jauh hubungannya dengan sang guru. Akan lebih fatal bila kemudian enggan untuk pergi ke sekolah. Banyak kan siswa yang dari rumah pamit orang tuanya pergi ke sekolah, namun kenyataannnya tidak sampai di sekolah?

Aksi bullying menghambat siswa dalam membangun pengetahuannya dengan leluasa. Mereka datang ke sekolah banyak diliputi rasa takut, tertekan, teraniaya. Merasa sekolah merupakan tempat penyiksaan. Tujuan yang semula dicanangkan siswa hancur berantakan. Siswa merasa tujuannya ke sekolah tak terpenuhi seperti yang diangan-angankan. Padahal siswa harur diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai tujuan datang ke sekolah. Siswa menjadi enggan untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, mereka merasa takut salah. Jangan-jangan nanti kalau salah dimarahi sang guru.

Sekolah seharusnya melakukan pengamanan agar di sekolah tidak terjadi aksi bullying. Tingkat keamanan sekolah dari bullying atau tindakan yang membuat seseorang merasa teraniaya yang dapat dilakukan guru, sesama siswa, senior atau alumni bisa bergantung pada bagaimana interaksi guru dan murid di suatu sekolah dan aura lingkungan sekolah tersebut. Dari penelitian yang dilakukan di SD, SMP dan SMA di tiga kota besar di Indonesia, sekolah dengan tingkat bullying yang terendah menunjukkan ada kaitan erat antara guru dengan siswanya serta kondisi lingkungan sekolahnya. "Yang rendah ini, di sekolahnya terdapat hubungan antara guru dan siswa yang sangat baik. Sekolahnya kecil dan nyaman, dalam arti hijau, anak-anak bebas main-main. Sekolah yang sangat biasa," ujar peneliti, Ratna, dari Universitas Indonesia. Menurut Ratna, lingkungan fisik sekolah berpengaruh besar terhadap perilaku orang-orang yang ada di sekolah.

Salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pihak sekolah dalam mencegah dan mengatasi bullying adalah dengan menata ruang sekolah dengan nyaman dan kreatif. Penataan ruang di sekolah sangat penting untuk menciptakan atmosfir untuk memunculkan kreativitas anak-anak dan menciptakan rasa nyaman sehingga anak-anak merasa seperti di rumahnya sendiri. Upaya pencegahan bullying memang harus menjadi perhatian semua pihak baik siswa, para alumni, guru, orang tua, bahkan masyarakat di sekitar sekolah.

Sebagai kesimpulan dari uraian di atas dapat penulis sampaikan bahwa aksi bullying merupakan tindakan yang bisa menghambat bahkan mematikan kreatifitas siswa. Apabila aksi bulying dilakukan guru maka siswa tidak bisa mengkonstruksi pengetahuannya, dengan demikian maka tindakan guru tersebut sangat bertentangan dengan jiwa konstruktivis dalam proses pembelajaran.

 

Monday 22 February 2021

COVID-19 BANGKITKAN GOTONG ROYONG DALAM PENDIDIKAN

Oleh: Sugeng Pamudji

 Covid-19 bangkitkan gotong royong dalam pendidikan. Selama ini banyak masyarakat orangtua yang beranggapan jika sang anak sudah disekolahkan di suatu sekolah maka putih-hitamnya anak diserahkan sepenuhnya kepada sekolah. Orangtua sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ketika anak tiba dari sekolah orangtua tidak sempat menanyakan seperti apa kegiatannya di sekolah. Bahkan ketika orangtua diundang ke sekolah karena anak ada masalah di sekolah, orangtua enggan datang ke sekolah. Ada pula yang bila disampaikan oleh pihak sekolah mengenai kondisi anak, mereka membantahnya. Dengan kebijakan sekolah gratis seolah orangtua sudah terbebas dari beban biaya sekolah anak. Orangtua tidak perlu membantu sekolah. Namun, ternyata dengan adanya wabah covid-19, rupanya kondisi seperti itu mengalami perubahan.

<script data-ad-client="ca-pub-6144563181456040" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Kini, mau tidak mau, orangtua harus mengubah cara berfikirnya. Mereka harus menemani anak di rumah. Membantu anak belajar di rumah. Merasakan betapa anak belajar. Bahkan mungkin orangtua harus membantu anak mempelajari berbagai jenis mata pelajaran. Di samping itu mereka masih harus mengingatkan bila ada perilaku anak yang tidak sesuai dengan aturan keluarga atau kehendak mereka atau mungkin lupa belum mengerjakan tugas dari gurunya. Orangtua juga turut membangun pendidikan karakter anak agar menjadi anak yang bertanggung jawab. Memang repot, bahkan sangat repot. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika banyak orangtua yang mengeluh begitu ada kebijakan siswa belajar di rumah. Orangtua dituntut bisa mengantarkan anak agar sukses dalam belajarnya di rumah, yang mungkin selama ini seolah tidak mau tahu bagaimana anak belajar.

Nah, di sinilah munculnya kolaborasi antara orangtua, anak, dan guru. Guru memberikan panduan, materi pelajaran, tugas, yang semuanya dilakukan tanpa tatap muka secara langsung dengan anak. Tentu hal ini menimbulkan masalah anak manakala anak mengalami kesulitan. Tidak mungkin anak setiap mengalami kesulitan harus bertanya kepada gurunya. Maka orangtualah, atau minimal anggota keluarga yang lain yang dimintai bantuan untuk mengatasi permasalahannya. Maka muncullah kerjasama antara guru, anak, dan orangtua. Semuanya memilki satu tujuan, yaitu anak berhasil dalam belajarnya.

<script data-ad-client="ca-pub-6144563181456040" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Dengan adanya wabah covid-19 ini banyak orangtua yang membantu sekolah misalnya dengan menyediakan cairan pencuci tangan (hand sanitizer), sabun untuk cuci tangan. Selain itu juga ada kelompok/ komunitas masyarakat yang membantu sekolah dengan melakukan penyemprotan desinfektan secara gratis. Ini semua merupakan wujud dari gotong royong orangtua dan masyarakat dengan sekolah. Walaupun ada sebagian masyarakat yang aktivitasnya kurang mendukung kebijakan pemerintah berkaitan dengan wabah covid-19 ini. Misalnya pemerintah meminta masyarakat tidak berkumpul dalam suatu lokasi, namun masih ada sebagian masyarakat yang justru menyediakan fasilitas wifi untuk anak-anak usia sekolah bermain dalam jumlah yang banyak.

Gotong royong tersebutlah yang diharapkan terjadi. Sesuai dengan visi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, yaitu “Terbentuknya Insan serta Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong Royong.” Rasa gotong royong dalam ekosistem pendidikan tersebut akan benar-benar bisa terwujud bila tiga sentra pendidikan bisa bermitra. Siapa mereka, yaitu sekolah (guru), keluarga (orangtua), dan masyarakat. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Oleh sebab itu sebenarnya modal dasar anak bisa menjadi orang sukses berawal dari keluarga.

<script data-ad-client="ca-pub-6144563181456040" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Dalam kemitraan tri sentra pendidikan, orangtua (keluarga) memiliki peran turut serta mendidik anak agar berkarakter dan berbudaya prestasi. Komponen tri sentra pendidikan merupakan komponen yang bisa membentuk ekosisitem yang ideal dalam menumbuhkan karakter dan budaya prestasi anak. Pada kesempatan saat ini merupakan latihan bagi segenap orangtua untuk benar-benar berpartisipasi secara aktif mewujudkan perannya sebagai komponen penting dalam mendidik anak agar menjadi anak yang berkarakter dan berbudaya prestasi. Semoga setelah berakhirnya wabah covid-19 ini, untuk selanjutnya, orangtua terus berperan aktif dalam bergotong royong dengan sekolah menyukseskan pendidikan anak. Jika hal ini bisa terjadi maka keselarasan tri sentra pendidikan bisa terjaga.

Kemitraan tri sentra pendidikan merupakan keniscayaan. Ini, sebenarnya,  tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dalam peranannya mendukung keberhasilan pendidikan anak. Orangtua memiliki peranan yang pertama dan utama dalam masa pendidikan anak. Peran aktif orangtua sangat diperlukan walaupun anak telah “dititipkan” di sebuah lembaga pendidikan/sekolah. Dalam kaitan dengan ini banyak studi yang mengungkap bahwa peran katif dan keterlibatan keluarga dalam proses pendidikan berbanding lurus secara positif terhadap prestasi belajar dan penumbuhan karakter anak. Oleh sebab itu peran orangtua dan keluarga menjadi kunci keberhasilan pendidikan.

<script data-ad-client="ca-pub-6144563181456040" async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

Semoga wabah covid-19 ini membawa hikmah yang positif terhadap perkembangan peran orangtua terhadap pendidikan anak. Terjadi sinergi yang semakin baik antara sekolah dengan orangtua. Walaupun antara anak dengan gurunya tidak saling bertemu secara fisik, melakukan kegiatan pembelajaran dipisahkan oleh jarak. Namum mereka disatukan oleh teknologi. Karena memang menurut ilmu sosiologi bahwa interaksi antar manusia tidak harus bertemu langsung, tidak harus bersentuhan atau bertatap muka langsung. Salah satunya bisa melalui media sosial. Inilah yang memungkinkan guru, anak, dan orangtua bisa berkeja sama menyukseskan keberhasilan pendidikan anak. Semoga Allah memudahkannya. Aamiin ya robbal aalamiin.

 

ooo

Friday 25 September 2020

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELIBATAN KELUARGA DALAM PENDIDIKAN

 Oleh:

Sugeng Pamudji

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>
<ins class="adsbygoogle"
     style="display:inline-block;width:160px;height:600px"
     data-ad-client="ca-pub-6144563181456040"
     data-ad-slot="8841386310"></ins>
<script>
     (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
</script>

A.     PENDAHULUAN

Pelibatan keluarga dalam pendidikan merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan pendidikan anak. Sampai-sampai pemerintah mengeluarkan kebijakan berkaitan dengan pelibatan keluarga dalam pendidikan. Kebijakan ini sampai saat ini masih terus dilakukan sosialisasi dan implementasi di satuan-satuan pendidikan di seluruh Indonesia.

Penulis merasakan memiliki kepentingan, bahkan kewajiban untuk turut serta melakukan pengenalan pelibatan keluarga dalam pendidikan ini. Mengapa demikian karena penulis merupakan salah satu diantara dua orang yang telah dilatih menjadi pelatih pendidikan keluaraga di Kabupaten Sidoarjo, yang pada waktu itu dilatih di tingkat nasional di Yogyakarta.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 menyatakan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Kemudian dalam pasal 9 dinyatakan bahwa masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Selanjutnya mengenai bagaimana peran serta masyarakat dalam pendidikan dicantmkan dalam pasal 54 ayat 1 sebagai berikut: Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Selanjutnya, sebagai dasar pelaksanaan pelibatan keluarga dalam pendidikan maka diterbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan republik Indonesia Nomor Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga Pada Penyelenggaraan Pendidikan.

Dari uraian tersebut jelas sekali bahwa keluarga memiliki peran yang penting untuk turut serta menyukseskan pendidikan bagia anak-anaknya. Keluarga tidak bisa begitu saja menyerahkan keberhasilan pendidikan anaknya sepenuhnya kepada satuan pendidikan. Perlu menjalin kerjasama antara keluarga dan satuan pendidikan.

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js"></script>

<ins class="adsbygoogle"

     style="display:inline-block;width:120px;height:240px"

     data-ad-client="ca-pub-6144563181456040"

     data-ad-slot="4665953845"></ins>

<script>

     (adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});

</script>


SMPN 2 Tarik Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu satuan pendidikan yang mengimplementasikan kebijakan pelibatan keluaraga dalam pendidikan. Hal terjadi sejak tahun pelajaran 2017/2018. Pada bulan Juli 2017, Kepala SMPN 2 Tarik dilaltih menjadi calon pelatih pendidikan keluarga di Yogyakarta yang diselenggarakan oleh Diretorat Pembinaan Pendidikan Keluarga. Sejak itulah maka di SMPN 2 Tarik mulai menerapkan pelibatan keluarga dalam pendidikan. Tulisan ini bermaksud menjawab masalah, “Bagaimana implementasi dari kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan di SMPN 2 Tarik?” Tujuan dari tulisan ini adalah untuk 1) Menjelaskan mengenai kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan; 2) Menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam melaksanakan kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan.

Adapun manfaat dari tulisan ini adalah: 1) Sebagai referensi bagi siapa saja yang ingin mengimplementasikan pelibatan keluarga dalam pendidikan; 2) Memberikan gambaran keuntungan-keuntungan bila dalam satuan pendidikan melibatkan keluarga untuk mendukung keberhasilan pendidikan; 3) Bagi orangtua, tulisan ini bermanfaat sebagai salah satu sumber informasi yang mendukung bila orangtua/ keluarga ingin terlibat dalam pendidikan.

Dalam tulisan ini mengkaji implementasi kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan di SMPN 2 Tarik. Program ini diluncurkan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga yang berada di bawah naungan Dirjen PAUD dan Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Model yang digunakan dalam kajian ini adalah Model Grindlle yang skemanya dapat digambarkan sebagai berikut.

 


Gambar 1: Skema Analisis Implementasi Kebijakan Model Grindlle

 

B.     PROGRAM AKSI YANG DI DESAIN DAN DINANAI

1.      Program aksi yang didesain dan didanai adalah Pelibatan Keluarga Dalam Pendidikan

2.      Isi kebijakan

Isi kebijakan ini mencakup:

a.      Kepentingan kelompok sasaran

1)     Kelompok yang menjadi sasaran adalah SMPN 2 Tarik

2)     Kepentingan dari kelompok sasaran adalah untuk menjadikan anak berkarakter dan memiliki budaya berprestasi.

b.      Tipe manfaat

1)     Manfaat bagi peserta didik:

a)        Meningkatkan kehadiran anak di sekolah

b)       Meningkatkan sikap dan perilaku positif anak

c)        Meningkatkan kebiasaan belajar anak

d)       Meningkatkan prestasi akademik anak

e)        Meningkatkan keinginan anak untuk melanjutkan sekolah


 

2)     Manfaat bagi orangtua:

a)        Meningkatkan komunikasi antara orang tua dan anak

b)       Meningkatkan harapan orang tua pada anak

c)        Orang tua merasa turut berhasil

d)       Meningkatkan kepuasan orang tua terhadap sekolah

3)     Manfaat bagi sekolah:

a)        Meningkatkan semangat kerja guru

b)       Mendukung iklim sekolah yang lebih baik

c)        Mendukung kemajuan sekolah secara keseluruhan

c.      Derajad perubahan yang diinginkan

Terwujudnya keselarasan trisentra pendidikan di sekolah, keluarga, dan masyarakat sebagai ekosistem ideal untuk menumbuhkan karakter dan budaya berprestasi peserta didik.

d.      Letak pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan untuk mengimplementasi kebijakan pellibatan keluarga dilakukan di tingkat satuan pendidikan yaitu SMPN 2 Tarik. Keputusan tersebut merupakan keputusan yang tepat sebab selama ini belum semua keluarga (orangtua) peduli terhadap pendidikan anaknya. Sehingga memerlukan pendidikan terhadap keluarga agar menyadari akan perannya dalam menyukseskan pendidikan anaknya.

e.      Pelaksanaan program

1)     Sasaran:

Sasaran pelibatan keluarga di SMPN 2 Tarik adalah seluruh guru dan tenaga kependidikan yang berjumlah 60 orang, orangtua peserta didik sejumlah 787 orang, peserta didik sebanyak 787 anak, komite sekolah sebanyak 9 orang.

 

2)     Strategi Pencapaian Program adalah sebagai berikut:

a)      Mengikutkan Kepala Sekolah dalam PCP (Pelatihan Calon Pelatih) Pendidikan Keluarga di tingkat nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta.

b)     Mengikutkan Guru BK dalam sosialisasi pendidikan keluarga di tingkat Kabupaten Sidoarjo di Hotel Utami Juanda-Sidoarjo.

c)      Melakukan sosialisasi kepada guru dan tenaga kependidikan SMPN 2 tarik.

d)     Melakukan sosialisasi pendidikan orangtua kepada orang tua peserta didik.

e)      Membentuk paguyuban orangtua peserta didik.

f)      Mengikutkan pembina OSIS dalam BIMTEK pendidikan keluaraga yang kedua.

g)     Mengikutkan perwakilan orangtua apeserta didik dalam piloting pendidikan keluarga di Kabupaten Sidoarjo.

h)     Memberi kesempatan guru dan perwakilan orangtua peserta didik yang telah diikutkan dalam BIMTEK, Sosialisasi, maupun piloting untuk memberkan pendidikan keluarga kepada orangtua peserta didik yang lain.

3)     Jalinan Kemitraan Keluarga-Satuan Pendidikan-Masyarakat

Jalinan kemitraan keluaraga – satuan pendidikan – masyarakat tergambarkan dalam diagram berikut ini.



Gammbar 2: Jallinan hubungan satuan pendidikan-keluarga-masyarakat

4)     Model Peran Keluarga

Model peran keluarga seperti tergambar di bawah ini.



Gambar 3: Model peran keluarga

 

5)     Tahapan pembinaan keluarga

 


Gambar 4: Tahapan pembinaan keluarga

 

6)     Prinsip

Prinsip kemitraan trsentra pendidikan adalah:

a)        Kesamaan Hak, Kesejajaran, dan Saling Menghargai

b)       Semangat Gotong-Royong dan Kebersamaan

c)        Saling Melengkapi dan Memperkuat

d)     Saling Asah, Saling Asih, dan Saling Asuh

7)     Program utama

Program uutama dalam pelibatan keluarga di satuan pendidikan adalah:

a)      Peretemuan dengan wali kelas minimal daua kali per semester;

b)     Mengikuti kelas orangtua (parenting) minimal dua kali per tahun;

c)      Pellibatan orangtua terpilih sebagai nara sumber kelas inspirasi;

d)     Pelibatan orangtua dalam pameran karya dan pentas akhir  tahun.

 

f.       Sumber daya yang dilibatkan

1)     Sumber daya manusia:

a)      Kepala sekolah

b)     Seluruh guru

c)      Seluruh tenaga kependidikan

d)     Komite sekolah

e)      Seluruh orangtua peserta didik

f)      Peserta didik


 

2)     Sumber dana:

a)      RAPBS

b)     Sumbangan masyarakat

 

3.      Lingkungan Implementasi

a.      Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat

1)     Kondisi kekuasaan di SMPN 2 Tarik saat ini mendukung kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan, terbukti dari adanya kegiatan menyiapkan personal dan finansial untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

2)     Dari segi kepentingan kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan sangat diperlukan untuk mengatasi terjadinya penurunan karakter peserta didik yang disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya pengaruh teknologi informasi.

3)     Berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan memiliki strategi yang bisa mempengaruhi berbagai pihak yang menjadi sasaran kebijakan terutama orangtua peserta didik.

b.      Karakteristik lembaga dan penguasa

Lembaga SMPN 2 Tarik memberikan dukunga dan kepedulian yang baik terhadap implementasi kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan, termasuk kepala sekolahnya. Hal ini terbukti kepala sekolah berkenan memberikan dukungan pendanaan untuk melanjutkan kegiatan yang dananya sudah tidak dianggarkan dari pusat maupun daerah.

c.      Kepatuhan dan daya tanggap

1)     Tingkat kepatuhan sasaran dalam melaksanakan kebijakan tampak sangat tinggi, hal ini terbukti dari orangtua yang diundang dalam kelas orangtua memiliki tingkat kehadiran yang tinggi (lebih dari 95%).

4.      Hasil Kebijakan

a.      Dampak pada Masyarakat, Individu atau Kelompok Masyarakat

1)     Dampak terhadap peserta didik:

a)        Meningkatkan kehadiran anak di sekolah

b)       Meningkatkan sikap dan perilaku positif anak

c)        Meningkatkan kebiasaan belajar anak

d)       Meningkatkan prestasi akademik anak

e)        Meningkatkan keinginan anak untuk melanjutkan sekolah

2)     Dampak terhadap orangtua:

a)        Meningkatkan komunikasi antara orang tua dan anak

b)       Meningkatkan harapan orang tua pada anak

c)        Orang tua merasa turut berhasil

d)       Meningkatkan kepuasan orang tua terhadap sekolah

3)     Dampak terhadap sekolah:

a)        Meningkatkan semangat kerja guru

b)       Mendukung iklim sekolah yang lebih baik

c)        Mendukung kemajuan sekolah secara keseluruhan

b.      Perubahan dan penerimaan

1)     Perubahan

Perubahan yang terjadi di satuan pendidikan berupa kegiatan-kegiatan yang dilaksakanakan di SMPN 2 Tarik banyak yang melibatkan orangtua peserta didik, bahkan mereka menjadi pelaksana kegiatan. Misalnya: kegiatan wisuda, outdoor learning, kelas orangtua, kelas inspirasi.

2)     Penerimaan

Dengan terlaksananya kegiatan-kegiatan yang merupakan implementasi dari kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan menunjukkan bahwa telah terjadi penerimaan yang baik dari pihak-pihak yang terlibat dan menjadi sasaran kebiajakn tersebut.

5.      Mengukur keberhasilan

Untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan dilakukan menggunakan instrumen. Berikut ini adalah instrumen yang digunakan untk mengukkur keberhasilan tersbut.


 

Indikator Perubahan Perilaku Keluarga Anak SMPN 2 Tarik

No

Indikator

Keterlaksanaan

B

K

S

R

1.        

Anak menjalankan ibadah sesuai dengan tuntunan agama yang dianutnya

 

 

V

 

2.        

Anak sarapan/ makan sebelum berangkat sekolah

 

 

V

 

3.        

Anak berpamitan saat mau berangkat sekolah

 

 

 

V

4.        

Keluarga aktif berkomunikasi dengan wali kelas jika ada masalah, termamsuk saat anak tidak masuk sekolah, melalui telpon. SMS atau media lain.

 

 

V

 

5.        

Keluarga memiliki aturan yang disepakati bersama (misalnya: memberi tahu saat pulang terlambat, menentukan jam belajar, dll)

 

v

 

 

6.        

Keluarga aktif berkomunikasi dengan sesama orang tua

 

 

V

 

7.        

Keluarga menjalin komunikasi positif dengan anak

 

 

V

 

8.        

Keluarga melakukan kegiatan yang mendukung perkembangan anak

 

 

V

 

9.        

Keluarga melakukan kegiatan bersama (ibadah, makan, rekreasi)

 

 

V

 

10.    

Keluarga hadir dalam kegiatan pelibatan orang tua di sekolah

 

 

v

 

Keterangan:

Keterangan:

B= Belum;

K= Kadang-kadang;

S= Sering;

R= Rutin (hampir selalu)

 

6.      Program yang dilaksanakan sesuai rencana

a.      Program-program yang dilaksanakan sesuai rencana adalah:

1)     Sosialisasi pendidikan keluarga

2)     Pelaksanaan kelas orangtua

3)     Pelaksanaan kelas inspirasi

4)     Pertemuan orangtua dengan wali kelas

5)     Kegiatan akhir tahun

6)     Out door learning

7)     Kemah evaluasi Pramuka

 

7.      Tujuan yang dicapai

Tujuan yang dicapai dalam kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan ini adalah Mewujudkan kerjasama dan keselarasan program pendidikan di sekolah, keluarga, dan masyarakat sebagai tri sentra pendidikan dalam membangun ekosistem pendidikan yang menumbuhkan karakter dan budaya berprestasi peserta didik.

 

C.     Penutup

Dalam mengimplementasikan kebijakan pelibatan keluarga dalam pendidikan di SMPN 2 Tarik secara umum program-programnya bisa terlaksana, namun belum semuanya bisa merubah perilaku keluarga. Oleh sebab itu maka perlu secara intensif pendidikan keluarga diberikan kepada orangtua agar bisa benar-benar membawa perubahan yang positif dan mendukung keberhasilan anaknya dalam pendidikan.

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga. 2016. Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan Keluarga. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga.

 

http://heru2273.blogspot.com/2014/04/implementasi-kebijakan-merilee-s-grindle.html; 6 Oktober 2018.

 

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan republik Indonesia Nomor Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga Pada Penyelenggaraan Pendidikan.

 

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

 

Yuniarti, Sri Lestari dkk. 2016. Petunjuk Teknis Kemitraan Sekolah Menenngah Pertama dengan Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga.