MEMBANGUN POLA BERPIKIR KRITIS BAGI SISWA
Oleh:
Sugeng Pamudji
(Guru SMP Negeri 4
Waru-Sidoarjo)
E-mail: sugengsp@gmail.com
A.
Latar Belakang
Zaman
berkembang demikian cepat, bahkan jauh lebih cepat dari perkiraan para ahli.
Prediksi para ahli perancang masa depan sering meleset, karena dimensi
permasalahan yang dihadapi manusia saat ini demikian kompeks. Satu peristiwa
sering bertautan dengan peristiwa lainnya, sehingga tidak ada peristiwa yang
berupa a single event. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai
pendekatan. Sebut saja, misalnya, peristiwa keagamaan hampir selalu terkait
dengan masalah politik, sosial, budaya, dan bahkan ekonomi.
Ada sebagian orang yang sanggup mengikutinya, ada sebagian lain yang
gagal. Bagi yang sanggup, perkembangan pesat dianggap sebagai peluang yang bisa
dimanfaatkan untuk memacu diri. Umumnya kelompok ini adalah orang-orang yang
memiliki pengetahuan dan ketrampilan hidup yang memadai. Bagi yang tidak
sanggup, zaman ini dianggap sebagai petaka, karena tidak memberikan peluang
kepadanya, bahkan menyingkirkannya. Umumnya, kelompok ini diisi orang-orang
yang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Selain
itu, zaman ini pula disebut sebagai zaman kompetisi atau persaingan.
Implikasinya orang lain dianggap sebagai kompetitor dalam meraih cita-cita.
Teman akrab ada kalanya bisa menjadi pesaing beratnya. Karena masing-masing
saling berkompetisi, wajar jika kemudian ada pihak yang menang dan ada pula
yang kalah.
Dalam
dunia pendidikan di Indonesia juga mengalami perubahan. Kurikulum sekolah
segera diganti dengan yang baru yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menuntut
agar dalam pembelajaran bisa melatih peserta didik memiliki daya nalar yang
tinggi. Ini berarti bahwa oeserta didik diharapkan mampu berpikir tingkat
tinggi, bisa menganalisis, memecahkan persoalan, membuat keputusan, dan
mengkomunikasikan apa yang dimilikinya/ diperolehnya.
Berpikir
kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi. Presseisen (dalam Poppy
Kamalia Devi, 2011)
menyatakan bahwa proses
berpikir tingkat tinggi meliputi pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir
kritis dan berpikir kreatif. Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan
pada zaman perkembangan IPTEK sekarang ini, sebab saat ini selain hasil-hasil
IPTEK yang dapat dinikmati, ternyata timbul beberapa dampak yang membuat
masalah bagi manusia dan lingkungannya.
Dengan demikian, menjadi orang pintar saja
belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang
mampu berpikir kritis. Banyak orang mengatakan bahwa salah satu ciri orang
pintar adalah mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah berpikir
dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak
tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang
baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu
yang tidak beres.
B.
Tujuan
Dengan
adanya tulisan ini diharapkan pembaca dapat memahami dari berpikir kritis,
manfaat berpikir kritis bagi anak, cara melatih anak didik berpikir kritis.
Dengan demikian pembaca, terutama para pendidik, akan dapat menciptakan suasana
pembelajaran yang dapat membangun berpikir kritis pada anak didik. Tentu saja
hal ini tidak mudah, memerlukan latihan dan pembiasaan yang memerlukan waktu
dan proses. Dengan adanya tulisan semoga bisa membantu para pendidik dalam
menciptakan suasan tersebut.
Bahkan lebih penting lagi menyiapkan diri dalam menyikapi berlakunya kurikulum
2013.
C.
Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir
kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi.
Informasi tersebut dapat didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal
sehat atau komunikasi.
Menurut
Halpen (dalam Arief Achmad, 2007) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah
memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan.
Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan
mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu
dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan,
mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan
semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat.
Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan
kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung
untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking,
sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Anggelo
(dalam Arief Achmad, 2007), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional,
kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis,
mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan
mengevaluasi.
Dari
dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir
yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk
sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.
Arthur L. Costa (dalam
Sarlito Wirawan Sarwono, 2009) menggambarkan bahwa berpikir kritis
adalah :
“using basic thinking processes to analyze arguments and generate insight into
particular meanings and interpretation; also known as directed thinking”.
R. Matindas (dalam Sarlito
Wirawan Sarwono, 2009) menyatakan bahwa: “Berpikir kritis adalah aktivitas
mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya
evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan
kebenaran pernyataan yang bersangkutan”.
D.
Karakterisitik Berpikir kritis
Angelo
(dalam Arief Achmad, 2007), bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik
kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan
pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Berpikir
yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Berpikir
kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan
yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan
masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan
keputusan. Hal ini yang nantinya menjadi tuntutan dari kurikulum 2013 di
sekolah menengah pertama.
Berpikir
kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan
dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (dalam Arief Ahmad,
2007), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau
berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan
dilakukan.
Wade (dalam Arief Ahmad,
2007) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
(1) kegiatan merumuskan pertanyaan,
(2) membatasi permasalahan,
(3) menguji data-data,
(4) menganalisis berbagai pendapat dan
bias,
(5) menghindari pertimbangan yang sangat
emosional,
(6) menghindari penyederhanaan berlebihan,
(7) mempertimbangkan berbagai
interpretasi, dan
(8) mentoleransi ambiguitas.
Karakteristik
lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (Arief Ahmad,
2007) secara lengkap dalam buku Critical
Thinking, yaitu: .
a. Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis
mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek
terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian,
mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika
terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria (criteria) Dalam
berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke
arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai.
Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun
akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi
maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta,
berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang
keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen (argument) Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi
oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan,
penilaian, dan menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau
beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara
beberapa pernyataan atau data.
e. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia
ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan
kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan kriteria (procedures
for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan
prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan
keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Selanjutnya, Ennis (dalam Arief Ahmad,
2007), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya
dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
a. Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu
penjelasan atau pernyataan.
b. Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu
laporan hasil observasi.
c. Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau
mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi,
dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
d. Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi
istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta
mengidentifikasi asumsi.
e. Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain.
Indikator-indikator
tersebut dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau
terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja.
Penemuan
indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek
perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa
definisi yang diungkapkan terdahulu, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku
yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam
berpikir kritis. Angelo mengidentifikaasi lima perilaku yang sistematis dalam
berpikir kritis. Penilaku tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Keterampilan Menganalisis
Keterampilan
menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam
komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut
(http://www.uwsp/cognitif.htm.). Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya
adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci
globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci.
Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah
logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan
(Harjasujana dalam Arief Ahmad, 2007).
Kata-kata operasional
yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan,
membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci,
dsb.
b.
Keterampilan Mensintesis
Keterampilan
mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian
menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan
bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan
sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh
dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi
kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana dalam Arief Ahmad,
2007).
c.
Keterampilan Mengenal dan
Memecahkan Masalah
Keterampilan ini
merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru.
Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga
setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok
bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan
agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan
atau ruang lingkup baru (Walker dalam Arief Ahmad, 2007).
d.
Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan
menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, dalam Arief
Ahmad, 2007). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan
ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara
bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses
pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi.
Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan
pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau
pengetahuan yang baru.
e.
Keterampilan Mengevaluasi atau
Menilai
Keterampilan ini
menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai
kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan
penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana
dalam Arief Ahmad, 2007).
E.
Manfaat berpikir kritis
Arief
Achmad, 2007,
menyatakan kemampuan
berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan,
pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Keuntungan
yang didapatkan sewaktu kita tajam dalam berpikir kritis, kita bisa menilai
bobot kemampuan seseorang dari perkataan yang ia keluarkan, kita juga dengan
tidak gampangnya menyerap setiap informasi tanpa memikirkan terlebih dahulu hal
yang sedang disampaikan. Bayangkan! Jika kita semua terbentuk dengan kebiasaan
ini, bisa dipastikan akan muncul kreatifitas yang baru dan kita bisa terus
menerus mengalami pertumbuhan yang lebih baik di setiap aspek dari bidang yang
sedang kita tekuni.
F.
Cara membangun berpikir kritis siswa
1.
Pemecahan
Soal-Soal “Higher Order Thinking Skill”
(HOTS).
Berdasarkan Taxonomi Bloom, HOTS
termasuk pada tiga level tertinggi pada Taxonomi Bloom yaitu analisis,
sintesis, dan evaluasi. Soal-soal untuk pengujian ini dapat dibuat dalam bentuk
soal pilihan ganda maupun uraian. Teknik penulisan soal HOTS secara umum hampir
sama dengan teknik penulisan soal-soal biasa tetapi karena peserta didik diuji
pada proses analisis, sintesis atau evaluasi, maka pada soal harus ada komponen
yang dapat dianalisis, disintesis atau dievaluasi. Komponen ini di dalam soal
dikenal dengan istilah stimulus.
1.
Kegiatan KIR
Keberadaan KIR di setiap sekolah pun dirasakan masih sangat jarang,
apalagi bagi sekolah-sekolah yang terdapat di luar kota. Kegiatan KIR di
sekolah pada umumnya dilaksanakan menjelang kegiataan lomba atau momen tertentu
yang akan diikuti sekolah. Seolah-olah kegiatan KIR adalah hanya mengikuti
lomba-lomba saja sehingga kegiatan hanya berupa pemantapan atau pengayaan
materi pelajaran saja. Tentu saja KIR sebagai wadah pengembangan kreativitas siswa
tidak akan bisa terlaksana apalagi sebagai pengenalan secara dini kepada para
siswa.
Kenapa para siswa perlu dikenalkan secara dini pada kegiatan ilmiah
atau penelitian? Karena, kegiatan itu bisa merangsang cara berpikir kritis,
melatih pola berpikir teratur (sistematis), serta meningkatkan kepekaan atau
kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Penelitian ilmiah dan penulisan karya
ilmiah dapat menjadi pilihan kegiatan yang menarik bagi remaja. Tak jarang,
dari rasa keingintahuan lahirlah sebuah karya besar yang bermanfaat bagi
masyarakat.
Berpikir cerdas, kritis, objektif dan sistematis, serta peka terhadap
lingkungan sekitar merupakan syarat yang sangat dibutuhkan bagi seorang calon
peneliti. Oleh karena itu, KIR membawa misi untuk membentuk remaja yang
memiliki kompetensi sebagai seorang peneliti.
Sebelum kita mengenalkan KIR kepada siswa kita harus meluruskan
beberapa kesan dan pandangan yang keliru terhadap KIR, seperti: melulu
IPA, hanya untuk siswa pintar, tidak menyenangkan, menambah beban, tidak
bermanfaat, selalu memerlukan biaya yang tinggi. Semua pandangan itu tentu sama
sekali keliru.
Kegiatan KIR yang sebenarnya adalah bukan hanya monopoli kegiatan siswa
IPA. Karena, semua hal yang disekitar kita dapat dijadikan objek penelitian,
misalnya, mengapa kebiasaan menyontek siswa sulit di hilangkan. Bagaimana
hubungan nilai UN ketika SMP dengan prestasi yang dicapai ketika SMA, dan masih
banyak lagi persolan lainnya.
KIR juga tidak hanya ditujukan bagi siswa pandai atau
mendapat ranking dikelasnya saja. KIR juga tidak terfokus pada salah satu mata
pelajaran, sehingga pembina KIR dapat berlatarbelakang mata pelajaran apa saja.
KIR dapat diikuti oleh semua siswa. Yang terpenting adalah kemauan dan
keuletan. KIR juga bukanlah kegiatan yang selalu super serius hingga siswa
lekas mengalami kejenuhan. Tetapi, kegiatan KIR penuh dengan inovasi dan
kreativitas yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa.
2. Latihan melakukan penelitian ilmiah
a.
Mengawali latihan penelitian ilmiah adalah menangkap suatu realita
atau suatu benda.
b.
Setelah melihat suatu realita, mereka diajak mengumpulkan informasi
dan data tentang realita dengan cara tertentu. Misalnya, para siswa diajak
untuk menetapkan berat ayam hidup. Tentu ada cara tertentu untuk menimbang ayam
yang masih hidup. Pertanyaan kritis yang dapat diajukan adalah "Apakah
prosedur yang digunakan benar?" Pertanyaan untuk diri sendiri berbentuk
"Apakah prosedur yang kugunakan sudah benar?"
c.
Data dan informasi yang diperoleh itu kemudian dianalisis.
Menganalisis data berarti memilah-milah data menjadi beberapa kelompok yang
memiliki ciri-ciri tertentu. Sesungguhnya, tidak hanya dipilah-pilah tetapi
juga, mungkin justru digabung-gabungkan antara satu bagian dengan bagian yang
lain sehingga dihasilkan suatu kesimpulan. Kegiatan memilah dan menggabung
serta membuat kesimpulan ini termasuk kegiatan berpikir. Pertanyaan kritis yang
dapat diajukan pada tahap ini adalah: "Apakah penalaran yang digunakan
dalam menganalisis data serta informasi ini sahih?" pertanyaan kepada diri
sendiri, "Apakah penalaranku sahih?"
d.
Tahap terakhir dari kegiatan mencari pengetahuan adalah menarik
kesimpulan. Pertanyaan kritis yang dapat diajukan pada tahap ini adalah:
"Apakah kesimpulan yang dibuat itu betul?" Atau "Apakah kesimpulan
yang kubuat ini betul?"
3. Menerapkan metode debat
Debat merupakan implementasi dari berpikir
kritis (critical thinking). Seorang
siswa harus dilatih sejak awal untuk terbiasa berani mengkritisi segala
sesuatu, sebab hanya dengan kebebasan berpikirlah manusia akan maju dan
berkembang. Sejarah sudah membuktikan betapa masyarakat yang terkungkung oleh
kekuasaan yang otoriter dan menghalangi kebebasan berpikir mengakibatkan bangsa
itu menjadi bangsa yang terbelakang.
Siswa, sebagai calon pemimpin masa depan, harus
dibiasakan untuk belajar mengkritisi fenomena yang ada dalam kehidupannya.
Langkah ini diharapkan akan menanamkan dalam dirinya keberanian untuk
mengkritisi segala sesuatu, belajar berargumentasi, dan berani untuk
mengemukakan perbedaan pendapat.
Ada beberapa macam format debat yang dapat digunakan.
Perbedaan format yang dipakai ini menentukan peraturan teknis yang berkenaan
dengan waktu pembicara menyampaikan argumennya serta kesempatan untuk
menyampaikan interupsi pada kelompok lawan.
Di antara format debat tersebut adalah,
pertama, format lomba debat SMA sedunia. Ciri format ini adalah memberlakukan
interupsi di tengah pidato, dan tidak memberikan interupsi pada pidato penutup.
Kedua, format debat parlemen Asia. Format ini memberikan kesempatan interupsi
di tengah debat. Ketiga, format debat Australia-Asia. Format ini tidak
memberlakukan interupsi di tengah debat. Dan keempat, format debat parlemen
Inggris. Format ini tidak mengenal adanya pembicara penutup, tapi
memperbolehkan adanya interupsi di tengah jalannya debat.
4. Mempertanyakan apa yang dilihat atau didengar
Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara
mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan
bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung
menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi
yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya
disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku
hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.
5. Diskusi kelompok
kecil
Pembelajaran kolaboratif
melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V.,
2002; Gokhale A.A., 2005 dalam Sudaryanto, 2008). Dengan berdiskusi siswa
mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi
pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk
dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman,
meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima
kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
6. Melatih otak kanan
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian
para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf,
otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap
kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang
memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang
memperoduksi pikiran yang bersifat imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif.
Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang
yang memiliki otak kanan yang aktif.
Bahasa agama (Islam), cara untuk meningkatkan fungsi otak kanan ialah
melalui sholat yang khusu’ dan dzikir mengingat Allah, sehingga otak bisa
lepas dari beban-beban duniawi yang tidak produktif. Saat demikian, otak bisa
tumbuh cerdas dan bisa berpikir kritis. Lebih dari sekadar cerdas, sholat yang
khusu’ dan selalu berdzikir untuk mengingat Allah akan mengantarkan kita
menjadi manusia agung di sisiNya.
G.
Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpul bahwa:
1. Berpikir kritis merupakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi yang
perlu dilatihkan pada anak didik;
2. Dengan berpikir kritis akan melatih anak didik agar tidak begitu saja
menerimainformasi yang diterimanya, namun menelusuri kebenaran dari informasi
tersebut;
3. Ada beberapa cara melatih berpikir kritis pada anak didik, diantaranya
melalui kegiatan karya ilmiah remaja (KIR), latihan peelitian, diskusi kelompok
kecil, debat, mempertanyakan informasi yang diterima, melatih otak kanan.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para
pembaca, terutama para pendidik.
RUJUKAN
Agustinus
Setiono, 2007, Berpikir Kritis, diambil dari http://agustinussetiono.wordpress.com/2007/09/25/berpikir-kritis/, 13 April 2010;
20:24 wib
Arief Achmad , 2007, Memahami
Berpikir Kritis, diambil dari http://re-searchengines.com/1007arief3.html;
13 April 2010; 20:23 wib.
Indra Yusuf, http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=AVBdBFMEVlBR;
16 April 2010
Leo Sutrisno , http://www.borneotribune.com/pdf/kolom/berlatih-berpikir-kritis.pdf;
13 April 2010
Poppy Kamalia Devi, M.Pd., Dr. dan Erly Tjahja
Widjajanto T, S. Pd., 2011, Penilaian
“Higher Order Thinking Skills ” Pada Pembelajaran IPA SMP/MTS
Untuk Guru SMP, Jakarta: Pusat Pengembangan
dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK
IPA) untuk Program BERMUTU.
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, http://mudjiarahardjo.com/artikel/169-melatih-berpikir-kritis.html; 13
April 2010
Sarlito Wirawan Sarwono, 2009, Berpikir Kritis Dan Benar, diambil dari http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/sosial-politik/4246-berpikir-kritis-dan-benar.pdf;
13 April; 2010; 21:11 wib.
No comments:
Post a Comment