Oleh:
Sugeng Pamudji
Gerakan
Literasi Sekolah (GLS) dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun
2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu yang melatarbelakangi
munculnya gerakan literasi sekolah ini adalah rendahnya hasil tes Programme
for International Student Assessment (PISA) yang diumumkan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Dari semula mengikuti tes PISA Indonesia selalu berada di peringkat bawah.
Terakhir, tahun 2018, dari 78 negara peserta, Indonesia menempati peringkat 72
untuk kempampuan membaca, 72 untuk kemampuan matematika, dan 70 untuk kemampuan
sain.
Dari hasil kajian para ahli menyatakan bahwa hasil tes
PISA sangat erat hubungannya dengan literasi. Sehingga sangatlah penting
membudayakan literasi di masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, sekolah merupakan
lembaga yang sangat bertanggung jawab dalam membangun budaya literasi. Di
satuan pendidikan, budaya literasi harus dimiliki oleh guru, tenaga
kependidikan, dan peserta didik.
Budaya literasi, sesuai dengan
Permendikbud nomor 23 tahun 2015, merupakan salah satu bentuk kegiatan untuk
mengembangkan potensi diri peserta didik secara utuh. Kemudian dalam panduan
gerakan literasi di sekolah dibuat tahapan-tahapannya. Terdapat 3 (tiga) tahapan
dalam membangun budaya literasi di sekolah, yaitu tahapa pembiasaan, tahap
pengembangan, dan tahap pembelajaran. Tahap pembiasaan dilakukan dengan dengan
maksud menumbuhkan minat baca. Ini ditempuh melalui kegiatan 15 menit membaca
sebelum pembelajaran dimulai. Tahap pengembagan untuk meningkatkan kemampuan
literasi yang ditempuh melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan. Kemudian
tahap ketiga yaitu pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan
literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi
membaca di semua mata pelajaran. Walaupun dalam membangun budaya literasi di
sekolah terdapat tiga tahapan, namun dalam praktiknya tiga tahap tersebut
sering tidak dilaksanakan secara terspisah, melainkan dilaksanakan secara
bersamaan. Artinya, di satu sekolah dalam kurun waktu yang sama di samping
melaksanakan tahap pembiasaan, juga sekaligus melaksanakan pengembangan dan
pembelajaran.
Dalam membangun budaya literasi kepada
peserta didik tidak cukup hanya dilakukan oleh sekolah. Perlu dukungan dari
orangtua dan masyarakat. Sekolah, orangtua (keluarga), dan masyarakat merupakan
tiga komponen yang turut bertanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan
seorang anak, termasuk dalam membangun budaya literasi. Tiga komponen tersebut
sering disebut “tri sentra pendidikan”
yang harus bisa membangun kemitraan. Bangunan kemitraan tersebut dapat
digambarkan seperti gambar di bawah ini.
Gambar 1 Bagan Kemitraan antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat
Dalam tulisan ini akan dipaparkan
mengenai peran orangtua dalam membangun budaya literasi peserta didik.
Paling tidak terdapat empat peran
orangtua dalam membangun budaya literasi. Pertama,
orangtua menjadi sosok yang bisa diteladani oleh anak untuk menyukai bacaan. Logikanya,
karena anak ini setiap hari bertemu, bergaul dengan orangtua, maka tidak
mustahil jika akan menyontoh orangtuanya. Jika orangtua senang membaca maka
anakpun akan menyontohnya untuk suka membaca, demikian juga sebaliknya. Untuk ini
jika orangtua belum atau kurang suka membaca maka bisa mengawalinya dengan
membaca artikel-artikel ringan yang tersedia di media massa. Kedua, orangtua mengajak anak, bukan menyuruh, untuk berkunjung
ke perpustakaan yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Harapannya dengan
berkunjung ke perpustakaan maka anak bisa menjadi dekat dan terbiasa dengan
sumber bacaan. Di perpustakaan diajak membaca koleksi buku-buku yang ada di
perpustakaan. Hal ini akan menjadi lebih kuat bila anak diajak untuk meminjam
buku-buku yang disenangi. Ketiga, orangtua memberikan
penghargaan berupa buku. Tentu buku yang diberikan harus disesuaikan dengan
tingkat perkembangan anak. Orangtua harus pandai memilah dan memilih buku-buku
yang sesuai untuk anaknya. Semakin bertambah usia dan perkembangan
intelektualnya maka jenis buku yang dibutuhkan tentu akan berbeda. Jika memungkinkan
anak diajak ke toko buku untuk memilih buku yang disukai. Hal ini akan membuka
wawasan anak akan jenis-jenis buku yang ada. Keempat, orangtua
mengontrol jenis bacaan yang dibaca oleh anak. Orangtua, dalam hal ini memang
harus cerdik dalam menentukan bacaan atau buka apa yang memang benar-benar
bergizi utntuk anak.
Berdasar uraian tersebut semakin jelas
bahwa perang orangtua dalam mendampingi anak agar sukses menjadi anak yang
memiliki budaya literasi yang tinggi. Minimal terdapat empat peran orangtua
dalam membangun budaya literasi, yaitu menjadi contoh/teladan, mengenalkan dan
mengunjungi perpustakaan, memberi penghgaragaan berupa buku, mengontrol jenis
bacaan yang bergizi bagi anak.
Referensi:
----. (2015). Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 Tentang
Penumbuhan Budi Pekerti.
Candra, D. (2017). Peran
Orang Tua Menyukseskan Gerakan Literasi. KabarIndonesia. Edisi 30 Nopember 2017.
Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. (2016).
Tahun 2016 Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Sekolah Dasar.
Harususilo, Y. E. (2018). Skor
PISA 2018: Peringkat Lengkap Sains Siswa di 78 Negara, Ini Posisi Indonesia. Kompas.com.
Edisi 07/12/2019. https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/10225401/skor-pisa-2018-peringkat-lengkap-sains-siswa-di-78-negara-ini-posisi.
Diakses 17 September 2020.
Harususilo, Y. E. (2019). Skor
PISA 2018: Daftar Peringkat Kemampuan Matematika, Berapa Rapor Indonesia? Kompas.com.
Edisi 07/12/2019. https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/09425411/skor-pisa-2018-daftar-peringkat-kemampuan-matematika-berapa-rapor-indonesia.
Diakses 17 September 2020.
Harususilo, Y. E. (2019). Skor
PISA Terbaru Indonesia, Ini 5 PR Besar Pendidikan pada Era Nadiem Makarim. Kompas.com. Edisi 04/12/2019. https://edukasi.kompas.com/read/
2019/12/04/13002801/ skor-pisa-terbaru-indonesia-ini-5-pr-besar-pendidikan-pada-era-nadiem-makarim?page=all.
Diakses 17 September 2020.
Yuniati, S. (2016). Peran Orang Tua terhadap
Literasi Anak. Bernas. Edisi 2 Juni
2016.
No comments:
Post a Comment