Friday, 18 September 2020

PERAN ORANGTUA MENYUKSESKAN BUDAYA LITERASI SEKOLAH

 

Oleh:

Sugeng Pamudji


Gerakan Literasi Sekolah (GLS) dikembangkan berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Salah satu yang melatarbelakangi munculnya gerakan literasi sekolah ini adalah rendahnya hasil tes Programme for International Student Assessment (PISA) yang diumumkan oleh The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Dari semula mengikuti tes PISA Indonesia selalu berada di peringkat bawah. Terakhir, tahun 2018, dari 78 negara peserta, Indonesia menempati peringkat 72 untuk kempampuan membaca, 72 untuk kemampuan matematika, dan 70 untuk kemampuan sain.

Dari hasil kajian para ahli menyatakan bahwa hasil tes PISA sangat erat hubungannya dengan literasi. Sehingga sangatlah penting membudayakan literasi di masyarakat Indonesia. Dalam hal ini, sekolah merupakan lembaga yang sangat bertanggung jawab dalam membangun budaya literasi. Di satuan pendidikan, budaya literasi harus dimiliki oleh guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik.

Budaya literasi, sesuai dengan Permendikbud nomor 23 tahun 2015, merupakan salah satu bentuk kegiatan untuk mengembangkan potensi diri peserta didik secara utuh. Kemudian dalam panduan gerakan literasi di sekolah dibuat tahapan-tahapannya. Terdapat 3 (tiga) tahapan dalam membangun budaya literasi di sekolah, yaitu tahapa pembiasaan, tahap pengembangan, dan tahap pembelajaran. Tahap pembiasaan dilakukan dengan dengan maksud menumbuhkan minat baca. Ini ditempuh melalui kegiatan 15 menit membaca sebelum pembelajaran dimulai. Tahap pengembagan untuk meningkatkan kemampuan literasi yang ditempuh melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan. Kemudian tahap ketiga yaitu pembelajaran dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran. Walaupun dalam membangun budaya literasi di sekolah terdapat tiga tahapan, namun dalam praktiknya tiga tahap tersebut sering tidak dilaksanakan secara terspisah, melainkan dilaksanakan secara bersamaan. Artinya, di satu sekolah dalam kurun waktu yang sama di samping melaksanakan tahap pembiasaan, juga sekaligus melaksanakan pengembangan dan pembelajaran.

Dalam membangun budaya literasi kepada peserta didik tidak cukup hanya dilakukan oleh sekolah. Perlu dukungan dari orangtua dan masyarakat. Sekolah, orangtua (keluarga), dan masyarakat merupakan tiga komponen yang turut bertanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan seorang anak, termasuk dalam membangun budaya literasi. Tiga komponen tersebut sering disebut “tri sentra pendidikan” yang harus bisa membangun kemitraan. Bangunan kemitraan tersebut dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini.

Gambar 1 Bagan Kemitraan antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat

 

Dalam tulisan ini akan dipaparkan mengenai peran orangtua dalam membangun budaya literasi peserta didik. Paling  tidak terdapat empat peran orangtua dalam membangun budaya literasi. Pertama, orangtua menjadi sosok yang bisa diteladani oleh anak untuk menyukai bacaan. Logikanya, karena anak ini setiap hari bertemu, bergaul dengan orangtua, maka tidak mustahil jika akan menyontoh orangtuanya. Jika orangtua senang membaca maka anakpun akan menyontohnya untuk suka membaca, demikian juga sebaliknya. Untuk ini jika orangtua belum atau kurang suka membaca maka bisa mengawalinya dengan membaca artikel-artikel ringan yang tersedia di media massa. Kedua, orangtua mengajak anak, bukan menyuruh, untuk berkunjung ke perpustakaan yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Harapannya dengan berkunjung ke perpustakaan maka anak bisa menjadi dekat dan terbiasa dengan sumber bacaan. Di perpustakaan diajak membaca koleksi buku-buku yang ada di perpustakaan. Hal ini akan menjadi lebih kuat bila anak diajak untuk meminjam buku-buku yang disenangi. Ketiga, orangtua memberikan penghargaan berupa buku. Tentu buku yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Orangtua harus pandai memilah dan memilih buku-buku yang sesuai untuk anaknya. Semakin bertambah usia dan perkembangan intelektualnya maka jenis buku yang dibutuhkan tentu akan berbeda. Jika memungkinkan anak diajak ke toko buku untuk memilih buku yang disukai. Hal ini akan membuka wawasan anak akan jenis-jenis buku yang ada. Keempat, orangtua mengontrol jenis bacaan yang dibaca oleh anak. Orangtua, dalam hal ini memang harus cerdik dalam menentukan bacaan atau buka apa yang memang benar-benar bergizi utntuk anak.

Berdasar uraian tersebut semakin jelas bahwa perang orangtua dalam mendampingi anak agar sukses menjadi anak yang memiliki budaya literasi yang tinggi. Minimal terdapat empat peran orangtua dalam membangun budaya literasi, yaitu menjadi contoh/teladan, mengenalkan dan mengunjungi perpustakaan, memberi penghgaragaan berupa buku, mengontrol jenis bacaan yang bergizi bagi anak.

 

Referensi:

----. (2015). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Candra, D. (2017). Peran Orang Tua Menyukseskan Gerakan Literasi. KabarIndonesia. Edisi 30 Nopember 2017.

 

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. (2016). Tahun 2016 Panduan Gerakan Literasi Sekolah di Sekolah Sekolah Dasar.

 

Harususilo, Y. E. (2018). Skor PISA 2018: Peringkat Lengkap Sains Siswa di 78 Negara, Ini Posisi Indonesia. Kompas.com. Edisi 07/12/2019. https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/10225401/skor-pisa-2018-peringkat-lengkap-sains-siswa-di-78-negara-ini-posisi. Diakses 17 September 2020.

 

Harususilo, Y. E. (2019). Skor PISA 2018: Daftar Peringkat Kemampuan Matematika, Berapa Rapor Indonesia? Kompas.com. Edisi 07/12/2019. https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/09425411/skor-pisa-2018-daftar-peringkat-kemampuan-matematika-berapa-rapor-indonesia. Diakses 17 September 2020.

 

Harususilo, Y. E. (2019). Skor PISA Terbaru Indonesia, Ini 5 PR Besar Pendidikan pada Era Nadiem Makarim. Kompas.com. Edisi 04/12/2019. https://edukasi.kompas.com/read/ 2019/12/04/13002801/ skor-pisa-terbaru-indonesia-ini-5-pr-besar-pendidikan-pada-era-nadiem-makarim?page=all. Diakses 17 September 2020.

 

Yuniati, S. (2016). Peran Orang Tua terhadap Literasi Anak. Bernas. Edisi 2 Juni 2016.

No comments:

Post a Comment