Wednesday, 20 March 2019

REVIU BUKU 1



A.     IDENTITAS BUKU
Add caption


    Judul Buku                                                       : Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga: Upaya Membangun Citra Membentuk Pribadi Anak
Penulis                                                              : Drs. Syaiful Bahri Djamarah, M. Ag
Penerbit                                                            : Rineka Cipta
Tempat                                                             : Jakarta
Cetakan                                                            : Cetakan Pertama Edisi Revisi
Tahun Terbit                                                     : 2014
Jumlah Halaman                                               : xii, 316 hlm.

B.     REVIU
Sebelum revisi buku ini berjudul Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Terjemahan hadits Nabi Muhammad SAW, “Rumah tanggaku surgaku” merupakan pendorong bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan buku. Rumah tanggaku surgaku, merupakan untaian kalimat filosofis, potret rumah masa depan yang merupakan rumah idaman keluarga sakinah, keluarga berkualitas dengan segala ketenangnnya. Rumah tanggaku surgaku adalah citra rumah tangga idaman, merupakan perwujudan citra dari pola asuh orang tua yang baik dalam keluarga. Citra itu terbentuk ketika pola asuh orang tua dan komunikasi yang harmonis berjalan bergandengan secara sinergi di atas rel kepengasuhan yang tepat.
Buku ini terdiri dari delapan bab. Dari delapan bab tersebut yang akan diringkas dua bab, yaitu Bab IV Pola Komunikasi dan Interaksi dalam Keluarga, dan Bab V Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh dan komunikasi dalam Keluarga.
1.      Bab IV Pola Komunikasi dan Interaksi dalam Keluarga
a.      Pola Komunikasi dalam Keluarga
Dalam bab ini dijelaskan bahwa komunikasi dalam keluarga perlu dibangun secara harmonis. Hal ini diperlukan untuk membangun pendidikan yang baik dalam keluarga. Berdasarkan kasuistik yang ada, pola komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga berkisar di seputar model stimulus respon (S-R), model ABX, model interaksional.
1)     Model Stimulus Respon
Pola komunikasi model ini menunjukkan komunikasi sebagai suatu proses aksi reaksi yang sangat sederhana. Asumsi dari pola ini adalah bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat-isyarat non verbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Proses ini dianggap sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal balik dan mempunyai banyak efek.
Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika orang tua memberikan isyarat verbal, non verbal, gambar-gambar atau tindakan-tindakan tertentu untuk merangsang anak, terutama anak yang masih bayi memberikan respon tertentu. Ketika seorang ibu memangku dan menyusui bayinya, ibu tidak hanya membelai bayinya dengan kasih sayang dan kehangatan cinta, tetapi juga memberikan senyuman, canda tawa; walaupun saat itu bayi belum pandai berbicara, tetapi bayi sudah pandai memberikan respon terhadap rangsangan yang diberikan ibunya.
Dalam pola komunikasi model stimulus respon ini orang tua tampaknya harus proaktif dan kreatif memberikan rangsagan kepada anak. Sehinga dengan demikian kepekaan anak atas rangsangan yang diberikan semakin membaik.

2)     Model ABX
Model ABX dikemukakan oleh Newcomb. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X). Model ini mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan X saling bergantung. Bila A dan B sama-sama memiliki padangan positif terhadap X maka hubungan bersifat simetris; demikian juga jika A dan B sama-sama memiliki pandangan negatif terhadap X maka hubungan ini juga bersifat simetris. Tetapi jika A dan B memiliki padangan yang berbeda terhadap X maka hubungan tersebut bersifat tidak simetris.
Dalam suatu keluarga bila memiliki hubungan yang bersifat simetris maka tidak menjadi masalah. Masalah akan muncul ketika hubungan tersebut tidak simetris. Untuk meredam terjadinya konflik/ masalah dalam hubungan tersebut maka salah satu pihak (A atau B) harus ada yang berani mengalah (bukan kalah). Sebagai contoh pasangan suami isteri ingin membeli sepeda motor. Isteri suka merek Yamaha, suami suka Honda. Kedua pihak saling mengandalkan kelebihan masing-masing. Bila ini diteruskan maka akan muncul konflik. Akhirnya suami mengalah. Mengalah tersebut merupakan upaya untuk menghindari terjadinya konflik, bukan berarti kalah. Sehingga dengan demikian hubungan dalam keluarga tersebut tetap harmonis.

3)     Model Interaksional
Dalam model ini menganggap manusia itu aktif, ini berbeda dengan model S-R. Pola komunikasi model interaksi digambarkan sebagai pembentukan makna, yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Interaksi yang terjadi antarindividu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam memaknai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. Semakin cepat memberikan pemaknaan dan penafsiran terhadap pesan yang disampaikan semakin lancar kegiatan komunikasi.
Dalam keluarga komunikasi yang terjadi bisa dimulai dari orangtua kepada anak, dari anak kepada orangtua, atau dari anak kepada anak. Jika dalam keluarga terjadi hubungan model interaksional maka seluruh anggota keluarga aktif, keluarga manjadi aktif. Suasana keluarga aktif dan dinamis dalam kegiatan perhubungan. Suasan dialogis lebih terbuka.

b.      Aneka Komunikasi dalam Keluarga
Dalam keluarga, komunikasi yang terjadi bisa dalam bentuk komunikasi verbal, nonverbal, individual, dan kelompok. Komunikasi verbal adalah suatu kegiatan komunikasi antara individu atau kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan. Komunikasi nonverbal dilakukan bisa sebagai penguat komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal akan sangat terasa fungsinya jika komunikasi verbal tidak mampu mengungkapkan sesuatu secara jelas. Sering orangtua tanpa bertkata sepatah katapun bisa menggerakkan hati anak untuk melakukan sesuatu.
Dalam konteks sikap dan perilaku orangtua, pesan nonverbal juga dapat menerjemahkan gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati. Tanpa didahului oleh kata-kata sebagai pendukungnya, tepuk tangan, pelukan, usapan tangan, duduk, dan berdiri tegak mampu mengekspresikan gagasan, keinginan, atau maksud.
Komunikasi individual atau komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga. Komunkasi ini terjadi dalam sebuah interaksi antarpribadi. Antara suami dan isteri, antara ayah dan anak, antara ibu dan anak, dan antara anak dan anak. Dapat berlangsung dari atas ke bawah (dari orangtua kepada anak), dapat juga dari bawah ke atas (dari anak kepada orangtua).
Pertemuan seluruh anggota keluarga merupakan hal yang sangat penting. Frekuansi pertemuan antara orangtua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan menunjukkan keakraban hubungan dalam keluarag tersebut.

c.      Interaksi Sosial dalam Keluarga
Terdapat beberapa bentuk interaksi dalam keluaraga, yaitu interaksi antara suami dan isteri; interaksi antara ayah, ibu, dan anak; interaksi antara ibu dan anak; interaksi antara ayah dan anak; interaksi antara anak dan anak. Jika interaksi dalam keluarga tersebut bisa terjalin dengan baik maka akan mempengaruhi terbentuknya keluarga yang harmonis. Keluarga yang harmonis akan bisa memberikan pendidikan dasar yang baik untuk menumbuhkembangkan potensi laten anak, sebagai wahana untuk mentransfer nilai-nilai dan sebagai agen transformasi kebudayaan.

2.      Bab V Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh dan Komunikasi dalam Keluarga
Dalam bab V dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga. Faktor-faktor tersebut adalah citra diri dan citra orang lain, suasana psikologis, lingkungan fisik, kepemimpinan, bahasa, dan perbedaan usia.
Citra diri menentukan ekspresi dan persepsi orang. Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan orang lain, terutama manusia lain yang dianggapnya penting, seperti orangtua (ayah-bunda), guru, atau atasan. Selain citra diri, citra orang lain juga mempengaruhi cara dan kemampuan orang berkomunikasi. Citra diri dan citra orang lain saling berkaitan, saling melengkapi. Perpaduan keduanya akan menentukan gaya dan cara komunikasi.
Faktor kedua yang mempengaruhi komunikasi adalah suasana psikologis. Seseorang yang dalam keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, diliputi prasangka, akan menyebabkan seseorang sulit berkomunikasi.
Lingkungan fisik merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi komunikasi. Dalam lingkungan fisik yang berbeda memerlukan cara komunikasi yang tidak sama. Contoh komunikasi yang berlangsung di dalam keluarga berbeda dengan komunikasi yang terjadi di sekolah. demikian juga akan berbeda dengan komunikasi di masyarakat. Di masing-masing lingkungan fisik tersebut memiliki norma yang harus ditaati, sehingga komunikasi yang terjalin di dalamnya harus taat pada norma masing-masing.
Kehadiran seorang pemimpin dalam keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Kehadiran pemimpin dalam keluarga diharapakan tidak hanya bisa mempengaruhi anggota keluarga yang dipimpinnya tetapi juga bisa mempengaruhi suasana dan kondisi kehidupan sosial dalam keluarga. Sebagai sosok pemimpin dalam keluarga bisa ayah, namun dalam keluarga yang lain bisa ibu. Mengenai gaya kepemimpinan dalam keluarga bisa berbeda-beda, ada yang demokratis, laizzes-faire, atau otoriter tergantung dari kemauan orangtua dalam memimpin keluarganya.
Bahasa merupakan alat untuk mengekspresikan sesuatu dalam komunikasi verbal. Dalam komunikasi keluarga, pada suatu kesempatan, bahasa bisa mewakili objek yang dibicarakan dengan tepat, namun pada kesempatan lain, bisa jadi, bahasa tidak bisa mewakili objek yang dibicarakan dengan tepat. Penafsiran terhadap bahasa bisa bermacam-macam yang disebabkan penggunaan bahasa (dalam konteks budaya) dengan maksud agar lebih sopan, untuk menghilangkan kesan jelak, atau supaya tidak menyinggung perasaan kelompok lain.
Faktor terakhir yang mempengaruhi komunikasi dalam keluarga adalah perbedaan usia. Dalam berbicara hendaknya tidak sekehendak hati. Perlu memperhatikan siapa yang diajak bicara. Berbicara dengan anak kecil berbeda ketika berbicara dengan remaja. Anak dan remaja memiliki dunianya masing-masing. Orangtua tidak bisa menggiring cara berpikir anak ke dalam cara berpikir orangtua. Tidak kalah pentingnya hal yang perlu diperhatikan adalah menjadi orangtua yang bijaksana dengan menjadi pendengar yang baik bagi anak-anaknya. Dengan demikian dalam berbicara sesuai dengan tingkat usia seseorang menjadi salah satu faktor penentu kualitas komunikasi. 

No comments:

Post a Comment