Saturday, 15 September 2018

FILSAFAT


BUKU 1 FILSAFAT
ADA TIDAKNYA KEBENARAN-KEBENARAN ITU APA
Oleh: Sugeng Pamudji


Dalam ilmu empiris kata “tepat” dipakai terhadap cara kerja,misalnya cara kerja penemuan-penemuan. Sedang untuk kata “benar” dipakai terhadap pengetahuan itu sendiri. Untuk teori kebenaran ada dua, yaitu teori tentang kebenaran yang terwujud dalam praktik ilmu (pragmatic theory of truth) dan teori tentang kebenaran yang terlaksana dalam ungkapan manusia  (performative theory of truth). Teori yang pertama berasal dari Amerika dengan para pendiri Charles S. Piere (1839-1914), William James  (1842-1910), dan John Dewy (1859-1952). Salah satu gagasannya adalah bahwa satu bidang pengetahuan dapat diberi nama tempelan “benar” – umpamanya ilmu tertentu atau agama tertentu — apabila hasil material ilmu pengetahuan maupun hasil spiritual agama itu berdaya upaya, maka terlaksanalah kebenaran. Teori yang kedua berasala dari Inggris dengan pendirinya Frank Plumpton Ramsey (1903-1930), John Langshaw Austin (1911-1960) dan Peter Frederick Strawson (1919-…). Ramsey berpendapat bahwa “benar” itu berlebihan saja, sedangkan kata “salah” hanya menyatakan bahwa kalimat bersangkutan tidak berarti sama sekali.
Anggapan tentang kebenaran yang menyatakan bahwa kebenaran sebagai keteguhan itu agak dekat dengan anggapan tentang tepatnya ilmu-ilmu pasti. Juga anggapan tentang kebenaran yang terwujud dalam praktik ilmu dapat diterapkan pada praktik ilmu-ilmu pasti,meski berdaya upaya dalam ilmu-ilmu ini bersifat formal semata-mata.

A.    Pokok-pokok Sejarah Filsafat tentang Kebenaran
Pada masa kuno anggapan kebenaran diantaranya berasal dari Plato. Menurut tafsiran Martin Heidegger, gagasan Plato ialah bahwa kebenaran merupakan “ke-tak-tersembunyian adanya”. Kebenaran tidak dapat dicapai manusia selama di dunia ini. Kebenaran menurut anggapan Plato adalah sesuatu yang terdapat pada apa yang dikenal, atau pada apa yang dikejar untuk dikenal.
Dalam anggapan Aristoteles tentang kebenaran, subjek pengetahuan itu lebih penting daripada pandangan Plato. Namun pengetahuan yang paling benar dan paling luhur terjadi kalau si pengenal (idealitas) dan apa yang dikenal (realitas) itu identik satu sama lain dalam pengetahuan akal yang sempurna, seperti yang ditegaskan Aristoteles dalam karyanya Peri Psuches.
Thomas Aquinas membedakan varitas ontologica (kebenaran ontologis) dan varitas logica (kebenaran logis).kebenaran ontologis terdapat dalam kenyataan entah spiritual maupun material dan masih lepas dari gejala pengetahaun. Kebenaran logis terdapat dalam akal yang mengenal.kebenaran logis ini merupakan kebenaran dalam arti yang sesungguhnya. Thomas memberi batasan: penyamaan akal dan kenyataan. Menurut Thomas, hadirnya dan terlaksananya kebenaran dalam pengetahuan manusia terjadi dalam bentuk pengarahan, melalui proses yang tak ada hentinya dan tak bisa lepas dari indera.
Nominalisme abad pertengahan berhaluan skpetis. Kata “benar” hanyalah tempelan, atau disebut juga hembusan angin lalu begitu saja pada benda atau pada ungkapan manusia. Kebenaran tidak diakui oleh para nominalis sebagai sesuatu yang berarti atau ada.
Decrates menganggap cara untuk ada tidaknya kebenaran ialah ada tidaknya adea yang jelas dan terpilah-pilah mengenai sesuatu. Ide yang jelas dan terpilah-pilah itu menjadi benar.
Kant menganggap bahwa kebenaran itu ada pada pihak si pengenal saja, sebagai akibat kesan-kesan dari luar yang ditangkap lewat indera sudah diterima dalam susunan apriori ruang dan waktu si pengenal. Kebenaran ini berupa format-format semata.
Idealisme Jerman abad ke-19 menganggap bahwa dalam sejarah terwujudlah kebenaran dalam pengungkapan dan perkembangan roh, yang baru mencpai kebenaran sungguh-sungguh pada akhir seluruh perjalanannya sambil mencakup segala langkah yang sudah ditempuh, dalam kesamaan mutlak subjek pengenal dan objek yang dikenal.
Para penganut fenomenalogi dan eksistensialisme abad ke-20 menganggap bahwa kebenaran itu apa yang kumiliki dan kusadari sebagai subjek pengetahuan (ini lebih dirasakan dalam fenomenologi), bahkan apa yang kuadakan dan kutemukan secara bebas dalam perwujudan diriku (ini lebih ditekankan eksistensialisme).
Dalam lingkungan Yahudi dan Timur paham mengenai kebenaran meliputi wilayah yang lebih luas daripada dalam lingkungan Barat, mencakup kesetiaan, ketekunan, melanjutkan apa yang sedang jadi, menyetujui dan mengucapkan apa yang kiranya dikehendaki atau diinginkan sesama, khususnya yang berkedudukan lebih tinggi daripada saya yang berbicara.

B.     Apa itu kebenaran?
Kebenaran adalah kenyataan adanya (being) yang menampakkan diri sampai masuk akal. Pengalaman tentang kebenaran itu dialami akal si pengenal dalam kesamaannya dengan kenyataan adanya yang menampakkan diri kepadanya.

C.     Penialian Filafat atas Kebenaran Ilmu-ilmu
Salah satu tugas pokok filsafat illmu pengatahuan ialah menilai hasil ilmu-ilmu pengetahuan dilihat dari sudut pengetahuan manusia seutuhnya. Tugas itu menyangkut dua bidang sehubungan dengan masalah kebenaran: 1) ikut menilai apa yang dianggap “tepat” dan “benar” dalam ilmu-ilmu; 2) memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran.

D.    Kesimpulan umum tentang kedudukan kebenaran
Kebenaran pertama-tama berkedudukan dalam diri si pengenal. Kebenaran diberi batasan sebagai penyamaan akal dengan kenyataan, yang terjadi pada taraf inderawi maupun akal budi tanpa pernah sampai pada kesamaan sempurna yang dituju kebenaran dalam pengalaman manusia.


ooooo

No comments:

Post a Comment