Saturday, 15 September 2018

FILSAFAT


BUKU 1 FILSAFAT
TARAF-TARAF KEPASTIAN SUBJEKTIFITAS DAN OBJEKTIFITAS
Oleh: Sugeng Pamudji


Kepastian yang dikejar oleh ilmu-ilmu empiris memiliki dua arti, yaitu kepastian tentang explanansi gejala-gejala yang diselidiki dan kepastian hukum yang berlaku. Dari kepastian yang dikejar itu ternyata yang bisa dicapai hanya suatu keterpercayaan yang tidak pernah dapat mencapai nilai 1. Rumus: 0<p(H,P)<1.
Dalam rangka setiap ilmu empiris, ada arah atau kecenderungan bawaan, yaitu bahwa keterpercayaan segala ungkapan makin mendekati nilai 1, sekaligus tidak akan pernah bisa mencapainya. Evidensi(bukti) dalam bidang ilmu-ilmu empiris selalu bersifat nisbi, dengan demikian berakibat bahwa kepastian juga bersifat nisbi.
Dalam ilmu-ilmu pasti, dikatakan bahwa dalam konteks penemuan (cantext of discovery), sebagai ungkapan mengenai usaha coba-coba, rumus 0<p(H,P)<1 berlaku. Namun dalam konteks pembenaran (context of justification) dari salah satu sistem matematika atau logika yang sudah jadi dan berdiri sendiri-sendiri, tidak ada hipotesa lagi, melainkan hanya ungkapan-ungkapan yang bersifat aksiomatis (pendapat-pendapat) dan dalil-dalil, yang semuanya, tanpa kecuali, tidak bisa lain selain bernilai 1. Sehingga dapat dirumuskan p(AD, P) = 1.
Dalam abad ke-20, pokok perhatian filsafat dan ilmu-ilmu sering diarahkan lagi pada “benda pada dirinya sendiri” (Husserl) dan dalam bidang-bidang ilmu-ilmu alam dilakukan penyelidikan atas dasar-dasar ilmu (foundational research), antara lain persoalan mengenai materi itu sebenarnya apa.
Sesuai dengan ilham yang mendalam dari Kant dan Husserl, maka dapat dikatakan bahwa ada kesatuan antara aku dan objek, kesatuan antara subjek dan objek ini bersifat lebih asli dan azasi daripada dualitas.
Mutu kepastian dalam filsafat paling meyakinkan dan paling tinggi, sekaligus paling pribadi, paling bebas. Hal ini disebabkan evidensi objek bersangkutan dialami subjek dengan cara paling dalam berdasarkan kesatuan subjek dan objek. Dalam bidang ilmu-ilmu kemanusiaan, evidensi objek juga dialami subjek secara mendalam berdasarkan kesatuan antara keduanya. Evidensi objek ditandai oleh subjek. Oleh sebab itu mutu kepastian juga sangat tinggi sekaligus bersifat pribadi dan bersifat bebas.
Dalam ilmu-ilmu alam hubungan kesatuan subjek-objek lebih ditandai oleh dualitas. Evidensi objek kurang mendalam, kurang mencapai inti kemampuan pengetahuan si subjek. Dengan demikian mutu kepastiannya kurang meyakinkan, lebih bersifat sementara, siap dikalahkan dari luar tanpa adanya pegangan yang bersifat pribadi.
Dalam ilmu-ilmu pasti ada kesatuan subjek dan objek bahkan dapat dianggap sebagai yang paling mendalam, sebab setiap sistem konkret secara harfiah diadakan dan diciptakan oleh subjek, maka evidensinya menjadi paling tinggi dan mutlak bagi setiap ilmuwan yang memeluknya. Sehingga kepastiannya dalam rangka sistem yang sudah dipilih secara bebas itu menjadi mutlak dan mengikat tanpa ada tempat lagi untuk kebebasan.



No comments:

Post a Comment