BUKU 1 FILSAFAT
TARAF-TARAF
KEPASTIAN SUBJEKTIFITAS DAN OBJEKTIFITAS
Oleh: Sugeng
Pamudji
Kepastian yang dikejar oleh ilmu-ilmu empiris
memiliki dua arti, yaitu kepastian tentang explanansi gejala-gejala yang
diselidiki dan kepastian hukum yang berlaku. Dari kepastian yang dikejar itu
ternyata yang bisa dicapai hanya suatu keterpercayaan yang tidak pernah dapat
mencapai nilai 1. Rumus: 0<p(H,P)<1.
Dalam rangka setiap ilmu empiris, ada arah atau
kecenderungan bawaan, yaitu bahwa keterpercayaan segala ungkapan makin
mendekati nilai 1, sekaligus tidak akan pernah bisa mencapainya. Evidensi(bukti)
dalam bidang ilmu-ilmu empiris selalu bersifat nisbi, dengan demikian berakibat
bahwa kepastian juga bersifat nisbi.
Dalam ilmu-ilmu pasti, dikatakan bahwa dalam konteks
penemuan (cantext of discovery), sebagai
ungkapan mengenai usaha coba-coba, rumus 0<p(H,P)<1 berlaku. Namun dalam
konteks pembenaran (context of
justification) dari salah satu sistem matematika atau logika yang sudah
jadi dan berdiri sendiri-sendiri, tidak ada hipotesa lagi, melainkan hanya
ungkapan-ungkapan yang bersifat aksiomatis (pendapat-pendapat) dan dalil-dalil,
yang semuanya, tanpa kecuali, tidak bisa lain selain bernilai 1. Sehingga dapat
dirumuskan p(AD, P) = 1.
Dalam abad ke-20, pokok perhatian filsafat dan
ilmu-ilmu sering diarahkan lagi pada “benda pada dirinya sendiri” (Husserl) dan
dalam bidang-bidang ilmu-ilmu alam dilakukan penyelidikan atas dasar-dasar ilmu
(foundational research), antara lain
persoalan mengenai materi itu sebenarnya apa.
Sesuai dengan ilham yang mendalam dari Kant dan
Husserl, maka dapat dikatakan bahwa ada kesatuan antara aku dan objek, kesatuan
antara subjek dan objek ini bersifat lebih asli dan azasi daripada dualitas.
Mutu kepastian dalam filsafat paling meyakinkan dan
paling tinggi, sekaligus paling pribadi, paling bebas. Hal ini disebabkan
evidensi objek bersangkutan dialami subjek dengan cara paling dalam berdasarkan
kesatuan subjek dan objek. Dalam bidang ilmu-ilmu kemanusiaan, evidensi objek
juga dialami subjek secara mendalam berdasarkan kesatuan antara keduanya.
Evidensi objek ditandai oleh subjek. Oleh sebab itu mutu kepastian juga sangat
tinggi sekaligus bersifat pribadi dan bersifat bebas.
Dalam ilmu-ilmu alam hubungan kesatuan subjek-objek
lebih ditandai oleh dualitas. Evidensi objek kurang mendalam, kurang mencapai
inti kemampuan pengetahuan si subjek. Dengan demikian mutu kepastiannya kurang
meyakinkan, lebih bersifat sementara, siap dikalahkan dari luar tanpa adanya
pegangan yang bersifat pribadi.
Dalam ilmu-ilmu pasti ada kesatuan subjek dan objek
bahkan dapat dianggap sebagai yang paling mendalam, sebab setiap sistem konkret
secara harfiah diadakan dan diciptakan oleh subjek, maka evidensinya menjadi
paling tinggi dan mutlak bagi setiap ilmuwan yang memeluknya. Sehingga
kepastiannya dalam rangka sistem yang sudah dipilih secara bebas itu menjadi
mutlak dan mengikat tanpa ada tempat lagi untuk kebebasan.
No comments:
Post a Comment