Monday, 13 November 2017

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.     Pembelajaran Kooperatif
1.        Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan istilah lain dari cooperative learning. Anita Lie dalam Isjoni (2009) menyebut cooperative learning dengan pembelajaran gotong royong. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain (Isjoni, 2009).
Menurut Slavin dalam Isjoni (2009), cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Johnson dalam Isjoni (2009) mengemukakan, “Cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the instructional use of small groups that aloows students to work together to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan uraian tersebut, pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur pembelajaran kooperatif didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang.
Dengan pembelajaran kooperatif tidak hanya sebagian kecil siswa yang akan bertambah pintar, namun semua anggota dalam kelompok yang heterogen akan mengalami peningkatan kepintaran. Hal ini berbeda dengan pendekatan kompetitif yang memungkinkan hanya sebagian siswa yang bertambah pintar namun yang lainnya menjadi semakin tenggelam dalam ketidaktahuan.
Watchword of American Revolution dalam Isjoni (2009) mengemukakan istilah, “Together we stand, devided we fall” atau “ Bersama kita bisa, berpisah kita jatuh” untuk menggambarkan tentang pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif maka akan menumbuhkan kekuatan sosial siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Bukan keberhasilan perorangan namun keberhasilan bersama yang diidamkan.
Pembelajaran kooperatif menimbulkan aktifitas siswa yang tinggi, ikatan sosial antar siswa semakin kuat, proses demokrasi berjalan dengan baik. Djahiri dalam Isjoni (2009) menyatakan cooperative learning sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya.
Melalui pembelajaran kooperatif siswa diharapkan tidak hanya menguasai kecakapan akademik namun juga bisa menguasai keterampilan sosial. Yatim (2009), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill. Dengan demikian melalui pembelajaran kooperatif dapat dicapai lebih dari satu domein, diantaranya domein akademik, hubungan sosial, serta proses demokratis.

2.        Unsur-unsur Dalam Pembelajaran Kooperatif
Lungdren dalam Isjoni (2009) mengemukakan bahwa unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah:
a.       Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
b.      Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c.       Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.      Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
e.       Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f.       Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g.      Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Bennet dalam Isjoni (2009) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu:
a.      Positive interdependence
b.      Interaction face to face
c.       Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.
d.      Membutuhkan keluwesan.

3.        Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif  adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok. Maka dengan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial.
Slavin  dalam Isjoni (2009) menyampaikan ada tiga konsep sentral yang  menjadi  karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu penghargaan kelompok,  pertanggungjawaban,  dan  kesempatan  yang  sama untuk berhasil. Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. 1) Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. 2) Pertanggungjawaban individu menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Hal ini menyebabkan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. 3) Agar tercipta kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan maka dalam pembelajaran kooperatif digunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan demikian maka setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.
Menurut Ibrahim, et al. dalam Isjoni (2009) setidaknya ada tiga tujuan pembelajaran penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
a.       Hasil belajar akademik.
Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping itu pembelajaran kooperatif juga memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b.      Penerimaan terhadap perbedaan individu.
Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi (berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan) untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c.       Pengembangan keterampilan sosial.
Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ini merupakan keterampilan-keterampilan sosial yang penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

4.        ­Keunggulan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif
Tidak ada suatu model pun yang cocok untuk semua materi pembelajaran atau untuk semua mata pelajaran. Tiap-tiap model pasti memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Demikian juga dengan model pembelajaran kooperatif.
Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2009) mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah:
a.       Saling ketergantungan yang positif.
b.      Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
c.       Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
d.      Suasana kelas yang rilek dan menyenangkan.
e.       Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.
f.       Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran kooperatif antara lain adalah:
a.       Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan banyak tenaga, pemikiran dan waktu.
b.      Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.
c.       Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d.      Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

B.      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
1.        Definisi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Student Team Achievement Division yang selanjutnya disebut STAD merupakan tipe dari model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Slavin. Yatim (2009) menerjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai Tim Siswa/ Peserta didik Kelompok Prestasi. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Yatim (2009) ada 5 komponen dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:
a.       Presentasi kelas
b.      Pembentukan tim
c.       Kuis
d.      Perubahan/ perkembangan skor individu
e.       Pengakuan tim

2.        Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Slavin dalam Yatim (2009) menguraikan langkah-langkah dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
a.       Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
b.      Guru menyajikan pelajaran.
c.       Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan pada anggota yang lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
d.      Guru memberi kuis/ pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
e.       Memberi evaluasi.
f.       Kesimpulan.
Selanjutnya Yatim (2009) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat 8 fase, yaitu:
Fase 1:      Guru presentasi, memberikan materi yang akan dipelajari secara garis besar dan prosedur kegiatan, juga tata cara kerja kelompok.
Fase 2:      Guru membentuk kelompok, berdasar kemampuan, jenis kelamin, ras, suku, jumlah antara 3-5 siswa.
Fase 3:      Siswa bekerja dalam kelompok, siswa belajar bersama, diskusi atau mengerjakan tugas yang diberikan guru sesuai LKS.
Fase 4:      Scafolding, guru memberi bimbingan.
Fase 5:      Validation, guru mengadakan validasi hasil kerja kelompok dan memberikan kesimpulan tugas kelompok.
Fase 6:    Quizzes, guru mengadakan kuis secara individu, hasil nilai dikumpulkan, dirata-rata dalam kelompok, selisih skor awal (base score) individu dengan skor hasil kuis (skor perkembangan) dengan perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan Skor Perkembangan
No
Skor Tes
Nilai Perkembangan
1.
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
5
2.
Sepuluh hingga 1 poin di bawah skor awal.
10
3.
Skor awal hingga 10 poin di atasnya
20
4.
Lebih dari 20 poin di atas skor awal
30

Fase 7:    Penghargaan kelompok, berdasarkan skor perkembangan yang diperoleh anggota, dirata-rata, hasilnya disesuaikan dengan predikat tim.
Perolehan Skor dan Penghargaan Tim Tipe STAD
No
Perolehan Skor
Predikat
1
15 - 19
Good team
2
20 - 24
Great team
3
25 - 30
Super team

Fase 8:    Evaluasi yang dilakukan oleh guru
Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:
a.       Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok.
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada :
1)      Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah)
Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan tingkat prestasi seimbang.
2)      Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/ sifat (pendiam dan aktif), dll.
b.      Penyajian materi pelajaran, ditekankan pada ha-hal berikut:
1)      Pendahuluan
Dalam pendahuluan perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari.
2)      Pengembangan
Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-pertanyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih ke konsep lain.
3)      Praktik terkendali
Praktik terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
c.       Kegiatan kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.


d.      Evaluasi
Dilakukan selama 45-60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
e.       Penghargaan kelompok
Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.
f.       Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Satu periode penilaian (3–4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.

3.        Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a.        Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki kelebihan-kelebihan, antara lain:
1)      Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, pengetahuan diperoleh siswa dengan membangun sendiri pengetahuanya itu melalui interaksi dengan siswa lain. Diharapkan pengetahuan yang diperoleh akan lebih bermakna bukan hanya sekedar hafalan.
2)      Dapat meningkatkan perolehan hasil belajar akademik dan keterampilan sosial siswa.
3)      Melalui interaksi dengan anggota kelompoknya, siswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya/ memperoleh pengetahuan dari hasil diskusi dengan anggota kelompoknya
4)      Dengan belajar kelompok diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan persoalan-persoalan, dalam hal ini materi pelajaran, dengan bantuan teman/ tutor sebaya.
5)      Dengan diadakannya LKS, diharapkan dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik, baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk kelompoknya, diharapkan kerjasama di antara siswa terjalin dengan baik.

b.       Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah:
1)      Pembentukan kelompok kurang efektif disebabkan banyaknya anggota dalam tiap-tiap kelompok, sehingga terjadi kesulitan dalam mengamati aktivitas masing-masing siswa.

2)      Guru dituntut bekerja cepat dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan pembelajaran yang telah dilakukan, antara lain koreksi pekerjaan siswa, menentukan nilai perkembangan dan menetapkan perubahan kelompok belajar.

No comments:

Post a Comment