BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pembelajaran
Kooperatif
1.
Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif merupakan istilah lain dari cooperative
learning. Anita Lie dalam Isjoni (2009) menyebut cooperative learning dengan pembelajaran gotong royong.
Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak
digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk
mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak
dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada
yang lain (Isjoni, 2009).
Menurut Slavin dalam
Isjoni (2009), cooperative learning
adalah suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen. Sedangkan Johnson dalam Isjoni (2009)
mengemukakan, “Cooperanon means working
together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals
seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative
learning is the instructional use of small groups that aloows students to work
together to maximize their own and each other as learning”. Berdasarkan
uraian tersebut, pembelajaran kooperatif mengandung arti bekerja bersama dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang
menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah
pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar
anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur pembelajaran kooperatif didesain
untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang
terdiri atas 4-6 orang.
Dengan pembelajaran
kooperatif tidak hanya sebagian kecil siswa yang akan bertambah pintar, namun
semua anggota dalam kelompok yang heterogen akan mengalami peningkatan
kepintaran. Hal ini berbeda dengan pendekatan kompetitif yang memungkinkan
hanya sebagian siswa yang bertambah pintar namun yang lainnya menjadi semakin
tenggelam dalam ketidaktahuan.
Watchword of American Revolution dalam Isjoni (2009) mengemukakan istilah, “Together we stand, devided we fall” atau
“ Bersama kita bisa, berpisah kita jatuh” untuk menggambarkan tentang
pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif maka akan menumbuhkan
kekuatan sosial siswa untuk mencapai tujuan belajarnya. Bukan keberhasilan
perorangan namun keberhasilan bersama yang diidamkan.
Pembelajaran
kooperatif menimbulkan aktifitas siswa yang tinggi, ikatan sosial antar siswa
semakin kuat, proses demokrasi berjalan dengan baik. Djahiri dalam Isjoni (2009)
menyatakan cooperative learning
sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan
belajar yang siswa sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan
kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya.
Melalui
pembelajaran kooperatif siswa diharapkan tidak hanya menguasai kecakapan
akademik namun juga bisa menguasai keterampilan sosial. Yatim (2009),
menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
dirancang untuk membelajarkan kecakapan akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill) termasuk interpersonal skill. Dengan demikian
melalui pembelajaran kooperatif dapat dicapai lebih dari satu domein, diantaranya
domein akademik, hubungan sosial, serta proses demokratis.
2.
Unsur-unsur Dalam
Pembelajaran Kooperatif
Lungdren dalam Isjoni (2009) mengemukakan bahwa
unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah:
a.
Para siswa harus
memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
b.
Para siswa harus
memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya,
selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.
c.
Para siswa harus
berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.
Para siswa membagi
tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok.
e.
Para siswa
diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap
evaluasi kelompok.
f.
Para siswa berbagi
kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama
belajar.
g.
Setiap siswa akan
diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok kooperatif.
Bennet dalam Isjoni (2009) menyatakan ada lima unsur
dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok,
yaitu:
a.
Positive interdependence
b.
Interaction face to face
c.
Adanya tanggung
jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok.
d.
Membutuhkan
keluwesan.
3.
Tujuan Pembelajaran
Kooperatif
Tujuan utama dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif adalah agar peserta didik
dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling
menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
Maka dengan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara belajar siswa
menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku
sosial.
Slavin dalam
Isjoni (2009) menyampaikan ada tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif, yaitu
penghargaan kelompok, pertanggungjawaban,
dan kesempatan yang sama
untuk berhasil. Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok
untuk memperoleh penghargaan kelompok. 1) Penghargaan kelompok diperoleh jika
kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan
pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan
antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli. 2)
Pertanggungjawaban individu menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok
yang saling membantu dalam belajar. Hal ini menyebabkan setiap anggota siap
untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman
sekelompoknya. 3) Agar tercipta kesempatan yang sama untuk mencapai
keberhasilan maka dalam pembelajaran kooperatif digunakan metode skoring yang
mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh
siswa dari yang terdahulu. Dengan demikian maka setiap siswa baik yang
berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil
dan melakukan yang terbaik untuk kelompoknya.
Menurut Ibrahim, et al. dalam Isjoni (2009) setidaknya
ada tiga tujuan pembelajaran penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
a.
Hasil belajar
akademik.
Para
pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif
telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma
yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping itu pembelajaran kooperatif
juga memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b.
Penerimaan terhadap
perbedaan individu.
Pembelajaran
kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi
(berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan) untuk bekerja
dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik melalui struktur penghargaan
kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c.
Pengembangan
keterampilan sosial.
Pembelajaran
kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ini
merupakan keterampilan-keterampilan sosial yang penting dimiliki siswa, sebab
saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
4.
Keunggulan
dan Kekurangan Model
Pembelajaran Kooperatif
Tidak ada suatu
model pun yang cocok untuk semua materi pembelajaran atau untuk semua mata
pelajaran. Tiap-tiap model pasti memiliki keunggulan dan kelemahan
masing-masing. Demikian juga dengan model pembelajaran kooperatif.
Jarolimek &
Parker dalam Isjoni (2009) mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam
pembelajaran kooperatif adalah:
a.
Saling
ketergantungan yang positif.
b.
Adanya pengakuan
dalam merespon perbedaan individu.
c.
Siswa dilibatkan
dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
d.
Suasana kelas yang
rilek dan menyenangkan.
e.
Terjalinnya
hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru.
f.
Memiliki banyak
kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
Sedangkan kelemahan
dari model pembelajaran kooperatif antara lain adalah:
a.
Guru harus
mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan banyak
tenaga, pemikiran dan waktu.
b.
Agar proses
pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat,
dan biaya yang cukup memadai.
c.
Selama kegiatan
diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas
meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
d.
Saat diskusi kelas,
terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi
pasif.
B.
Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD
1.
Definisi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Student Team
Achievement Division yang selanjutnya
disebut STAD merupakan tipe dari model pembelajaran kooperatif yang
dikembangkan oleh Slavin. Yatim (2009) menerjemahkan dalam Bahasa Indonesia
sebagai Tim Siswa/ Peserta didik Kelompok Prestasi. Pembelajaran kooperatif
tipe STAD menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk
saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna
mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Yatim (2009) ada 5 komponen dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD, yaitu:
a.
Presentasi kelas
b.
Pembentukan tim
c.
Kuis
d.
Perubahan/ perkembangan
skor individu
e.
Pengakuan tim
2.
Tahapan-tahapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Slavin dalam Yatim (2009) menguraikan langkah-langkah
dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut:
a.
Membentuk kelompok
yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis
kelamin, suku, dan lain-lain).
b.
Guru menyajikan
pelajaran.
c.
Guru memberi tugas
kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggota yang
tahu menjelaskan pada anggota yang lainnya sampai semua anggota dalam kelompok
itu mengerti.
d.
Guru memberi kuis/ pertanyaan
kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
e.
Memberi evaluasi.
f.
Kesimpulan.
Selanjutnya Yatim (2009) menyatakan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD terdapat 8 fase, yaitu:
Fase
1: Guru presentasi, memberikan materi
yang akan dipelajari secara garis besar dan prosedur kegiatan, juga tata cara
kerja kelompok.
Fase
2: Guru membentuk kelompok, berdasar
kemampuan, jenis kelamin, ras, suku, jumlah antara 3-5 siswa.
Fase
3: Siswa bekerja dalam kelompok,
siswa belajar bersama, diskusi atau mengerjakan tugas yang diberikan guru
sesuai LKS.
Fase
4: Scafolding, guru memberi
bimbingan.
Fase
5: Validation, guru mengadakan
validasi hasil kerja kelompok dan memberikan kesimpulan tugas kelompok.
Fase 6: Quizzes,
guru mengadakan kuis secara individu, hasil nilai dikumpulkan, dirata-rata
dalam kelompok, selisih skor awal (base score) individu dengan skor hasil kuis
(skor perkembangan) dengan perhitungan sebagai berikut:
Perhitungan
Skor Perkembangan
No
|
Skor Tes
|
Nilai Perkembangan
|
1.
|
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal
|
5
|
2.
|
Sepuluh hingga 1 poin di bawah skor awal.
|
10
|
3.
|
Skor awal hingga 10 poin di atasnya
|
20
|
4.
|
Lebih dari 20 poin di atas skor awal
|
30
|
Fase 7: Penghargaan
kelompok, berdasarkan skor perkembangan yang diperoleh anggota, dirata-rata,
hasilnya disesuaikan dengan predikat tim.
Perolehan
Skor dan Penghargaan Tim Tipe STAD
No
|
Perolehan Skor
|
Predikat
|
1
|
15 - 19
|
Good team
|
2
|
20 - 24
|
Great team
|
3
|
25 - 30
|
Super team
|
Fase 8: Evaluasi
yang dilakukan oleh guru
Implementasi
model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran adalah
sebagai berikut:
a. Persiapan
materi dan penerapan siswa dalam kelompok.
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar
kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelompok kooperatif. Kemudian
menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang,
aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada :
1) Kemampuan
akademik (pandai, sedang dan rendah)
Yang didapat dari hasil akademik (skor awal)
sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap
kelompok terdiri dari siswa dengan tingkat prestasi seimbang.
2) Jenis
kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/ sifat (pendiam dan
aktif), dll.
b. Penyajian
materi pelajaran, ditekankan pada ha-hal berikut:
1) Pendahuluan
Dalam pendahuluan
perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan
menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa
tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari.
2) Pengembangan
Dilakukan pengembangan materi yang
sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami
makna bukan hafalan. Pertanyaan-pertanyaan diberikan penjelasan tentang benar
atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih ke konsep lain.
3) Praktik terkendali
Praktik terkendali dilakukan dalam menyajikan
materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak
untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam
memberikan tugas jangan menyita waktu lama.
c. Kegiatan
kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap
kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi
pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan
memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.
d. Evaluasi
Dilakukan selama 45-60 menit secara
mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam
kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan
disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok.
e. Penghargaan
kelompok
Dari hasil nilai perkembangan, maka
penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan
seperti kelompok baik, hebat dan super.
f. Perhitungan
ulang skor awal dan pengubahan kelompok
Satu periode penilaian (3–4 minggu) dilakukan
perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian
dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain.
3.
Kelebihan dan
Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
a.
Kelebihan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Model pembelajaran kooperatif tipe
STAD memiliki kelebihan-kelebihan,
antara lain:
1)
Dalam pembelajaran
kooperatif tipe STAD, pengetahuan diperoleh siswa dengan membangun sendiri
pengetahuanya itu melalui interaksi dengan siswa lain. Diharapkan pengetahuan
yang diperoleh akan lebih bermakna bukan hanya sekedar hafalan.
2)
Dapat meningkatkan
perolehan hasil belajar akademik dan keterampilan
sosial siswa.
3)
Melalui interaksi
dengan anggota kelompoknya, siswa memiliki kesempatan untuk mengemukakan
pendapatnya/ memperoleh
pengetahuan dari hasil diskusi dengan anggota kelompoknya
4)
Dengan belajar kelompok
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan persoalan-persoalan, dalam hal ini materi
pelajaran, dengan
bantuan teman/
tutor sebaya.
5)
Dengan diadakannya LKS, diharapkan
dapat membangkitkan motivasi siswa untuk berusaha lebih baik, baik untuk
dirinya sendiri ataupun untuk kelompoknya, diharapkan kerjasama di antara siswa terjalin
dengan baik.
b. Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Kekurangan
dari model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah:
1) Pembentukan kelompok kurang
efektif disebabkan banyaknya anggota dalam tiap-tiap kelompok, sehingga terjadi
kesulitan dalam mengamati aktivitas masing-masing siswa.
2) Guru
dituntut bekerja cepat dalam melaksanakan tugas yang berkaitan dengan
pembelajaran yang telah dilakukan, antara lain koreksi pekerjaan siswa,
menentukan nilai perkembangan dan menetapkan perubahan kelompok belajar.
No comments:
Post a Comment