Wednesday, 28 September 2016

MEMBANGUN POLA BERPIKIR KRITIS BAGI SISWA

A.    Latar Belakang
Zaman berkembang demikian cepat, bahkan jauh lebih cepat dari perkiraan para ahli. Prediksi para ahli perancang masa depan sering meleset, karena dimensi permasalahan yang dihadapi manusia saat ini demikian kompeks. Satu peristiwa sering bertautan dengan peristiwa lainnya, sehingga tidak ada peristiwa yang berupa a single event. Untuk menyelesaikannya diperlukan berbagai pendekatan. Sebut saja, misalnya, peristiwa keagamaan hampir selalu terkait dengan masalah politik, sosial, budaya, dan bahkan ekonomi.
Ada sebagian orang yang sanggup mengikutinya, ada sebagian lain yang gagal. Bagi yang sanggup, perkembangan pesat dianggap sebagai peluang yang bisa dimanfaatkan untuk memacu diri. Umumnya kelompok ini adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan hidup yang memadai. Bagi yang tidak sanggup, zaman ini dianggap sebagai petaka, karena tidak memberikan peluang kepadanya, bahkan menyingkirkannya. Umumnya, kelompok ini diisi orang-orang yang tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Selain itu, zaman ini pula disebut sebagai zaman kompetisi atau persaingan. Implikasinya orang lain dianggap sebagai kompetitor dalam meraih cita-cita. Teman akrab ada kalanya bisa menjadi pesaing beratnya. Karena masing-masing saling berkompetisi, wajar jika kemudian ada pihak yang menang dan ada pula yang kalah.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia juga mengalami perubahan. Kurikulum sekolah segera diganti dengan yang baru yaitu kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menuntut agar dalam pembelajaran bisa melatih peserta didik memiliki daya nalar yang tinggi. Ini berarti bahwa oeserta didik diharapkan mampu berpikir tingkat tinggi, bisa menganalisis, memecahkan persoalan, membuat keputusan, dan mengkomunikasikan apa yang dimilikinya/ diperolehnya.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi. Presseisen (dalam  Poppy Kamalia Devi, 2011) menyatakan bahwa proses berpikir tingkat tinggi meliputi pemecahan masalah, membuat keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan pada zaman perkembangan IPTEK sekarang ini, sebab saat ini selain hasil-hasil IPTEK yang dapat dinikmati, ternyata timbul beberapa dampak yang membuat masalah bagi manusia dan lingkungannya.
Dengan demikian, menjadi orang pintar saja belum cukup. Agar mampu menghadapi persaingan ke depan, dibutuhkan orang yang mampu berpikir kritis. Banyak orang mengatakan bahwa salah satu ciri orang pintar adalah mampu berpikir kritis. Pengertian berpikir kritis ialah berpikir dengan konsep yang matang dan mempertanyakan segala sesuatu yang dianggap tidak tepat dengan cara yang baik. Bertanya dengan baik akan memperoleh jawaban yang baik, setidaknya respons yang baik. Dia tidak bersikap apatis terhadap sesuatu yang tidak beres.

B.     Tujuan
Dengan adanya tulisan ini diharapkan pembaca dapat memahami dari berpikir kritis, manfaat berpikir kritis bagi anak, cara melatih anak didik berpikir kritis. Dengan demikian pembaca, terutama para pendidik, akan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang dapat membangun berpikir kritis pada anak didik. Tentu saja hal ini tidak mudah, memerlukan latihan dan pembiasaan yang memerlukan waktu dan proses. Dengan adanya tulisan semoga bisa membantu para pendidik dalam menciptakan suasan tersebut. Bahkan lebih penting lagi menyiapkan diri dalam menyikapi berlakunya kurikulum 2013.

C.     Pengertian Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut dapat didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi.
Menurut Halpen (dalam Arief Achmad, 2007) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju.
Anggelo (dalam Arief Achmad, 2007), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Dari dua pendapat tersebut, tampak adanya persamaan dalam hal sistematika berpikir yang ternyata berproses. Berpikir kritis harus melalui beberapa tahapan untuk sampai kepada sebuah kesimpulan atau penilaian.
Arthur L. Costa (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2009) menggambarkan bahwa berpikir kritis adalah : “using basic thinking processes to analyze arguments and generate insight into particular meanings and interpretation; also known as directed thinking”.
R. Matindas (dalam Sarlito Wirawan Sarwono, 2009) menyatakan bahwa: “Berpikir kritis adalah aktivitas mental yang dilakukan untuk mengevaluasi kebenaran sebuah pernyataan. Umumnya evaluasi berakhir dengan putusan untuk menerima, menyangkal, atau meragukan kebenaran pernyataan yang bersangkutan”.

D.    Karakterisitik Berpikir kritis
Angelo (dalam Arief Achmad, 2007), bahwa berpikir kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis, pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Berpikir yang ditampilkan dalam berpikir kritis sangat tertib dan sistematis. Berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau pengambilan keputusan. Hal ini yang nantinya menjadi tuntutan dari kurikulum 2013 di sekolah menengah pertama.
Berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa. Menurut Ennis (dalam Arief Ahmad, 2007), berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.
Wade (dalam Arief Ahmad, 2007) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
(1) kegiatan merumuskan pertanyaan,
(2) membatasi permasalahan,
(3) menguji data-data,
(4) menganalisis berbagai pendapat dan bias,
(5) menghindari pertimbangan yang sangat emosional,
(6) menghindari penyederhanaan berlebihan,
(7) mempertimbangkan berbagai interpretasi, dan
(8) mentoleransi ambiguitas.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (Arief Ahmad, 2007) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu: .
a.       Watak (dispositions)
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
b.      Kriteria (criteria) Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c.        Argumen (argument) Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan menyusun argumen.
d.       Pertimbangan atau pemikiran (reasoning)
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
e.       Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f.       Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Selanjutnya, Ennis (dalam Arief Ahmad, 2007), mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis, yang dikelompokkannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut:
a.       Memberikan penjelasan sederhana, yang berisi: memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.
b.      Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengamati serta mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.
c.       Menyimpulkan, yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.
d.      Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah-istilah dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.
e.       Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.
Indikator-indikator tersebut dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja.
Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan terdahulu, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Angelo mengidentifikaasi lima perilaku yang sistematis dalam berpikir kritis. Penilaku tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut (http://www.uwsp/cognitif.htm.). Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana dalam Arief Ahmad, 2007).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dsb.
b.      Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana dalam Arief Ahmad, 2007).
c.       Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker dalam Arief Ahmad, 2007).
d.      Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, dalam Arief Ahmad, 2007). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
e.       Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana dalam Arief Ahmad, 2007).

E.     Manfaat berpikir kritis
Arief Achmad, 2007, menyatakan kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya.
Keuntungan yang didapatkan sewaktu kita tajam dalam berpikir kritis, kita bisa menilai bobot kemampuan seseorang dari perkataan yang ia keluarkan, kita juga dengan tidak gampangnya menyerap setiap informasi tanpa memikirkan terlebih dahulu hal yang sedang disampaikan. Bayangkan! Jika kita semua terbentuk dengan kebiasaan ini, bisa dipastikan akan muncul kreatifitas yang baru dan kita bisa terus menerus mengalami pertumbuhan yang lebih baik di setiap aspek dari bidang yang sedang kita tekuni.

F.     Cara membangun berpikir kritis siswa
1.      Pemecahan Soal-Soal “Higher Order Thinking Skill” (HOTS).
Berdasarkan Taxonomi Bloom, HOTS termasuk pada tiga level tertinggi pada Taxonomi Bloom yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi. Soal-soal untuk pengujian ini dapat dibuat dalam bentuk soal pilihan ganda maupun uraian. Teknik penulisan soal HOTS secara umum hampir sama dengan teknik penulisan soal-soal biasa tetapi karena peserta didik diuji pada proses analisis, sintesis atau evaluasi, maka pada soal harus ada komponen yang dapat dianalisis, disintesis atau dievaluasi. Komponen ini di dalam soal dikenal dengan istilah stimulus.
1.      Kegiatan KIR
Keberadaan KIR di setiap sekolah pun dirasakan masih sangat jarang, apalagi bagi sekolah-sekolah yang terdapat di luar kota. Kegiatan KIR di sekolah pada umumnya dilaksanakan menjelang kegiataan lomba atau momen tertentu yang akan diikuti sekolah. Seolah-olah kegiatan KIR adalah hanya mengikuti lomba-lomba saja sehingga kegiatan hanya berupa pemantapan atau pengayaan materi pelajaran saja. Tentu saja KIR sebagai wadah pengembangan kreativitas siswa tidak akan bisa terlaksana apalagi sebagai pengenalan secara dini kepada para siswa.
Kenapa para siswa perlu dikenalkan secara dini pada kegiatan ilmiah atau penelitian? Karena, kegiatan itu bisa merangsang cara berpikir kritis, melatih pola berpikir teratur (sistematis), serta meningkatkan kepekaan atau kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Penelitian ilmiah dan penulisan karya ilmiah dapat menjadi pilihan kegiatan yang menarik bagi remaja. Tak jarang, dari rasa keingintahuan lahirlah sebuah karya besar yang bermanfaat bagi masyarakat.
Berpikir cerdas, kritis, objektif dan sistematis, serta peka terhadap lingkungan sekitar merupakan syarat yang sangat dibutuhkan bagi seorang calon peneliti. Oleh karena itu, KIR membawa misi untuk membentuk remaja yang memiliki kompetensi sebagai seorang peneliti.
Sebelum kita mengenalkan KIR kepada siswa kita harus meluruskan beberapa kesan dan pandangan yang keliru terhadap KIR, seperti: melulu IPA, hanya untuk siswa pintar, tidak menyenangkan, menambah beban, tidak bermanfaat, selalu memerlukan biaya yang tinggi. Semua pandangan itu tentu sama sekali keliru.
Kegiatan KIR yang sebenarnya adalah bukan hanya monopoli kegiatan siswa IPA. Karena, semua hal yang disekitar kita dapat dijadikan objek penelitian, misalnya, mengapa kebiasaan menyontek siswa sulit di hilangkan. Bagaimana hubungan nilai UN ketika SMP dengan prestasi yang dicapai ketika SMA, dan masih banyak lagi persolan lainnya.
KIR juga tidak hanya ditujukan bagi siswa pandai atau mendapat ranking dikelasnya saja. KIR juga tidak terfokus pada salah satu mata pelajaran, sehingga pembina KIR dapat berlatarbelakang mata pelajaran apa saja. KIR dapat diikuti oleh semua siswa. Yang terpenting adalah kemauan dan keuletan. KIR juga bukanlah kegiatan yang selalu super serius hingga siswa lekas mengalami kejenuhan. Tetapi, kegiatan KIR penuh dengan inovasi dan kreativitas yang dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi siswa.

2.      Latihan melakukan penelitian ilmiah
a.       Mengawali latihan penelitian ilmiah adalah menangkap suatu realita atau suatu benda.
b.      Setelah melihat suatu realita, mereka diajak mengumpulkan informasi dan data tentang realita dengan cara tertentu. Misalnya, para siswa diajak untuk menetapkan berat ayam hidup. Tentu ada cara tertentu untuk menimbang ayam yang masih hidup. Pertanyaan kritis yang dapat diajukan adalah "Apakah prosedur yang digunakan benar?" Pertanyaan untuk diri sendiri berbentuk "Apakah prosedur yang kugunakan sudah benar?"
c.       Data dan informasi yang diperoleh itu kemudian dianalisis. Menganalisis data berarti memilah-milah data menjadi beberapa kelompok yang memiliki ciri-ciri tertentu. Sesungguhnya, tidak hanya dipilah-pilah tetapi juga, mungkin justru digabung-gabungkan antara satu bagian dengan bagian yang lain sehingga dihasilkan suatu kesimpulan. Kegiatan memilah dan menggabung serta membuat kesimpulan ini termasuk kegiatan berpikir. Pertanyaan kritis yang dapat diajukan pada tahap ini adalah: "Apakah penalaran yang digunakan dalam menganalisis data serta informasi ini sahih?" pertanyaan kepada diri sendiri, "Apakah penalaranku sahih?"
d.      Tahap terakhir dari kegiatan mencari pengetahuan adalah menarik kesimpulan. Pertanyaan kritis yang dapat diajukan pada tahap ini adalah: "Apakah kesimpulan yang dibuat itu betul?" Atau "Apakah kesimpulan yang kubuat ini betul?"

3.      Menerapkan metode debat
Debat merupakan implementasi dari berpikir kritis (critical thinking). Seorang siswa harus dilatih sejak awal untuk terbiasa berani mengkritisi segala sesuatu, sebab hanya dengan kebebasan berpikirlah manusia akan maju dan berkembang. Sejarah sudah membuktikan betapa masyarakat yang terkungkung oleh kekuasaan yang otoriter dan menghalangi kebebasan berpikir mengakibatkan bangsa itu menjadi bangsa yang terbelakang.
Siswa, sebagai calon pemimpin masa depan, harus dibiasakan untuk belajar mengkritisi fenomena yang ada dalam kehidupannya. Langkah ini diharapkan akan menanamkan dalam dirinya keberanian untuk mengkritisi segala sesuatu, belajar berargumentasi, dan berani untuk mengemukakan perbedaan pendapat.
Ada beberapa macam format debat yang dapat digunakan. Perbedaan format yang dipakai ini menentukan peraturan teknis yang berkenaan dengan waktu pembicara menyampaikan argumennya serta kesempatan untuk menyampaikan interupsi pada kelompok lawan.
Di antara format debat tersebut adalah, pertama, format lomba debat SMA sedunia. Ciri format ini adalah memberlakukan interupsi di tengah pidato, dan tidak memberikan interupsi pada pidato penutup. Kedua, format debat parlemen Asia. Format ini memberikan kesempatan interupsi di tengah debat. Ketiga, format debat Australia-Asia. Format ini tidak memberlakukan interupsi di tengah debat. Dan keempat, format debat parlemen Inggris. Format ini tidak mengenal adanya pembicara penutup, tapi memperbolehkan adanya interupsi di tengah jalannya debat.

4.      Mempertanyakan apa yang dilihat atau didengar
Menurut para ahli, melatih berpikir kritis dapat dilakukan dengan cara mempertanyakan apa yang dilihat dan didengar. Setelah itu, dilanjutkan dengan bertanya mengapa dan bagaimana tentang hal tersebut. Intinya, jangan langsung menerima mentah-mentah informasi yang masuk. Dari mana pun datangnya, informasi yang diperoleh harus dicerna dengan baik dan cermat sebelum akhirnya disimpulkan. Karena itu, berlatih berpikir kritis artinya juga berperilaku hati-hati dan tidak grusa-grusu dalam menyikapi permasalahan.

5.      Diskusi kelompok kecil
Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005 dalam Sudaryanto, 2008). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.

6.      Melatih otak kanan
Ada pandangan lain untuk meningkatkan sikap kritis. Menurut penelitian para ahli neurolinguistik, cabang ilmu yang mengkaji bahasa dan fungsi saraf, otak manusia bisa dilatih fungsi-fungsinya, termasuk untuk melahirkan sikap kritis. Menurut mereka, otak manusia dibagi dua, yakni otak kiri yang memproduksi bahasa verbal, imitatif dan repetitif, dan otak kanan yang memperoduksi pikiran yang bersifat imajinatif, komprehensif, dan kontemplatif. Muncul dugaan bahwa orang-orang agung para pembuat sejarah besar adalah orang yang memiliki otak kanan yang aktif.
Bahasa agama (Islam), cara untuk meningkatkan fungsi otak kanan ialah melalui sholat yang khusu’ dan dzikir  mengingat Allah, sehingga otak bisa lepas dari beban-beban duniawi yang tidak produktif. Saat demikian, otak bisa tumbuh cerdas dan bisa berpikir kritis. Lebih dari sekadar cerdas, sholat yang khusu’ dan selalu berdzikir untuk mengingat Allah akan mengantarkan kita menjadi manusia agung di sisiNya.

G.    Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpul bahwa:
1.      Berpikir kritis merupakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi yang perlu dilatihkan pada anak didik;
2.      Dengan berpikir kritis akan melatih anak didik agar tidak begitu saja menerimainformasi yang diterimanya, namun menelusuri kebenaran dari informasi tersebut;
3.      Ada beberapa cara melatih berpikir kritis pada anak didik, diantaranya melalui kegiatan karya ilmiah remaja (KIR), latihan peelitian, diskusi kelompok kecil, debat, mempertanyakan informasi yang diterima, melatih otak kanan.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk para pembaca, terutama para pendidik.



RUJUKAN
Agustinus Setiono, 2007, Berpikir Kritis, diambil dari http://agustinussetiono.wordpress.com/2007/09/25/berpikir-kritis/, 13 April 2010; 20:24 wib
Arief Achmad , 2007, Memahami Berpikir Kritis, diambil dari http://re-searchengines.com/1007arief3.html; 13 April 2010; 20:23 wib.
 Poppy Kamalia Devi, M.Pd., Dr. dan Erly Tjahja Widjajanto T, S. Pd., 2011, Penilaian “Higher Order Thinking Skills ” Pada Pembelajaran IPA SMP/MTS Untuk Guru SMP, Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, http://mudjiarahardjo.com/artikel/169-melatih-berpikir-kritis.html; 13 April 2010
Sarlito Wirawan Sarwono, 2009, Berpikir Kritis Dan Benar, diambil dari http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/sosial-politik/4246-berpikir-kritis-dan-benar.pdf; 13 April; 2010; 21:11 wib

No comments:

Post a Comment